Ibu Bahagia, Keluarga Penuh Cinta

Jangan beri yang sisa untuk islam

Oleh:

KH Bachtiar Nasir

KASUS balita yang digelonggong air minum oleh ibunya sendiri tahun 2019, menjadi catatan kelam sejarah pengasuhan di Indonesia. Namun, bila ditilik, akar masalah kejadian tragis itu lebih memilukan.

Sang ibu yang ternyata memiliki anak kembar, mengaku melakukan semua itu lantaran sang suami  kerap mengancam untuk menceraikan dan ekonomi keluarga yang jauh dari sejahtera. Sementara sang mertua yang mengasuh kembaran sang anak juga bersikap negatif. Si ibu mertua kerap membanding-bandingkan anak yang diasuhnya dengan korban yang diasuh ibu kandungnya. Korban sering dijadikan alat untuk memojokkan si ibu, lantaran badannya yang jauh lebih kurus. Meskipun jelas, keadaan rumah tangga tersebut jauh dari cukup.

Keadaan menjadi lebih buruk manakala si suami yang semestinya mampu menghibur istrinya yang tertekan dan memberikan nafkah terbaik; justru kerap mengancam cerai si istri. Depresi, ketakutan, dan merasa sendiri; inilah yang mendorong si ibu kemudian menggelonggong anaknya yang masih balita hingga kejang-kejang dan akhirnya meninggal dunia.

Setelah peristiwa tragis itu  terjadi, si suami malah dengan tenang berkata bahwa dengan adanya peristiwa ini, dia benar-benar akan menceraikan istrinya. “Saya akan cari istri yang lebih baik,” demikian ujarnya.

Kehadiran seorang perempuan di dalam rumah adalah cahaya yang akan membuat rumah dan keluarga yang tinggal di dalamnya menjadi terang dan berseri. Oleh karena itu, bila cahaya ini dihalangi tabir kegelapan, kesedihan, dan amarah; tentu keadaan menjadi gelap gulita.

Demikian pula, bila seorang istri dan ibu diperlakukan seperti ibu dari balita di atas, tentu dapat dibayangkan seperti apa suramnya hari-hari yang dilalui sang anak. Oleh karena itu, tidak heran, sebelum peristiwa yang merenggut nyawa tersebut, di tubuh balita itu seringkali ditemukan lebam dan luka.

Senyum seorang istri dan ibu yang hadir dari jiwanya yang tenang dan hatinya yang berbahagia akan berdampak kepada ketenangan dan kebahagiaan yang diberikannya kepada suami dan anak-anaknya.

Bersikap Lembut kepada Wanita

Lalu, apakah si ibu tidak cukup bersabar dan mampu mengendalikan amarah? Setiap orang memang diwajibkan untuk dapat mengendalikan amarah dan meluaskan kesabaran. Namun, bila tekanan dan ejekkan kerap diterima; kemudian orang diharapkan mau dan mampu memahami malah ikut menjatuhkan mental, tentu hari-hari yang dilalui tidaklah menyenangkan. Keluarga penuh kesedihan dan ketidakpuasan, pastilah yang menjadi korban adalah anak sebagai pihak yang paling lemah.

Dikarenakan hal ini, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam menyuruh kaum muslimin berlaku baik pada istri-istrinya. Dalam sebuah hadits yang shahih, Rasulullah bersabda, “Bersikap lembutlah kepada para wanita.” (Riwayar Bukhari-Muslim).

Berlaku baiklah kepada istri dan ibu yang telah merelakan waktu, tenaga, jiwa dan raganya untuk para suami dan anak-anaknya. Karena, tangan merekalah yang akan membentuk segala sesuatu yang ada di dalam rumah menjadi indah dan menyenangkan.

Kasih sayang dari hati mereka yang bahagialah yang akan mendidik anak-anak menjadi manusia yang cerdas emosi dan intelektual. Senyum mereka pula yang akan menyejukkan hati para suami yang pulang dalam keadaan lelah. Bagaimana itu semua bisa terwujud bila sang istri dan sang ibu tersebut, tidak bahagia?*

Bahagiakanlah perempuan dengan memahami dan berlaku lembut, maka ia akan memancarkan kebahagiaan yang lebih besar dan menjadi lebih kuat untuk bersabar. Jangan berharap mereka bersabar, tetapi tidak memenuhi hati mereka dengan kasih sayang yang menjadi alasan untuk bersabar. Nyalakanlah sinar kebahagiaan di dalam hati seorang istri dan ibu, maka ia akan menerangi kehidupan manusia sepanjang zaman dengan energi kehidupan yang bernama keikhlasan.*

Facebook
WhatsApp
Threads
X
Telegram
Print
Picture of KH Bachtiar Nasir

KH Bachtiar Nasir

Ulama, Pemikir, dan Penggerak Dakwah Islam

Artikel Terbaru