Didik Anak Menjadi Dai

Jangan beri yang sisa untuk islam

Oleh:
KH Bachtiar Nasir

 

FENOMENA Nabi Nuh AS menghadapi tindak kesyirikan kaumnya adalah pelajaran berharga dalam mendidik anak. Nuh sendiri adalah manusia yang pertama mendapat tugas sebagai rasul Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebelumnya ada Nabi Idris AS, Nabi Syits AS, dan Nabi Adam AS. Nuh sendiri adalah cucu Adam AS. Di masa Nuh inilah kemusyrikan untuk yang pertama kalinya berkembang dan mengakar.

Bermula dari kekaguman pada orang-orang saleh. Kaumnya kemudian membuat gambar dari Sua, Yaghuts, dan Nashr; orang-orang saleh yang sangat dekat dengan Allah Azza wa Jalla. Mereka bertiga adalah anak dari Wud, hamba yang juga dicintai Allah karena kesalehannya. Dari kecintaan berlebihan yang kemudian berkembang menjadi kultus individu inilah, kaum Nuh kemudian membangun patung dari ketiga orang saleh tersebut. Iblis yang melihat peluang kesyirikan, kemudian membuat patung-patung itu seolah mampu memberi jawaban atas masalah hidup kaumnya.

Padahal ketiga orang saleh tersebut juga tidak pernah mengajarkan hal yang menyimpang dari ketauhidan kepada kaumnya. Melihat fenomena ini, kita belajar bahwa disinilah pentingnya untuk terus menerus mencetak kader-kader yang akan melanjutkan risalah yang benar. Generasi dai yang akan melanjutkan syiar kalimat Allah, hingga bila waktu berjalan, syariah yang benar tidak akan pudar terhapus zaman dan runtuh akibat tipu daya setan.

Menghidupkan kesadaran untuk menjadi seorang penyampai kebenaran ini butuh waktu panjang dari semenjak anak masih dalam asuhan orangtuanya. Dan, yang paling penting, dimulai dari cita-cita kedua orangtuanya untuk menjadikan seperti apa anak-anaknya.

Tak Mesti Berceramah

Disinilah perjuangan panjang itu dimulai. Dimulai dari cita-cita setiap ayah dan ibu. Kebanyakan cita-cita dan tujuan orangtua mendidik anak-anaknya adalah untuk menjadi sesuatu yang bisa ditukar dengan uang. Misal dokter dengan praktiknya yang bisa menghasilkan uang, pilot yang dengan keahliannya bisa mendapatkan gaji besar, atau pebisnis yang bisa meraup uang banyak dari keuntungan perniagaannya. Sangat jarang terdengar orangtua yang mendidik anaknya untuk bisa menjadi pendakwah yang menyampaikan kebenaran.

Padahal, jalan dakwah ini adalah jalan para Nabi dan Rasul. Jalan orang-orang yang paling dicintai, diselamatkan, dan selalu dimenangkan Allah Rabbul Izzati. Dakwah juga tak mesti selalu dilakukan dengan berbicara atau berceramah di hadapan banyak orang. Banyak cara untuk menyampaikan kebenaran, termasuk melalui keahlian, ilmu pengetahuan, seni, teknologi yang dikuasai, dan lain sebagainya.

Bila didasari oleh niat untuk menyampaikan risalah dan meneruskan syiar yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad saw serta hal yang dilakukan sepanjang sesuai dengan syariat; maka hal itu sudah termasuk dakwah.

Sebagaimana hadits dari Abdullah bin Amr ra, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً

“Sampaikanlah dariku walau cuma satu ayat.” (Riwayat Bukhari)

Kesadaran ini harus ditanamkan pada anak sejak masih kecil. Sehingga, apa pun yang menjadi cita-cita profesinya, itu hanyalah tangga menuju cita-cita terbesarnya yaitu menjadi seorang penyampai kebenaran. Penerus jejak para Nabi dan Rasul.*

Facebook
WhatsApp
Threads
X
Telegram
Print
Picture of KH Bachtiar Nasir

KH Bachtiar Nasir

Ulama, Pemikir, dan Penggerak Dakwah Islam

Artikel Terbaru