Oleh KH Bachtiar Nasir
Hal yang perlu kita pertanyakan kepada diri sendiri dalam sepuluh hari pertama Ramadhan ini adalah, bagaimana kedekatan kita dengan Allah? Orang-orang yang menyesal akan terasa lebih dekat dibandingkan dengan orang-orang yang sedang hanyut atau lalai dari beribadah.
Barometer-barometer kedekatan diri dengan Allah.
Ini terkait dengan hati. Misalnya dalam kekhusyukan shalat. Orang-orang yang khusyuk adalah orang-orang yang merasakan bahwa dirinya akan berjumpa dan kembali kepada Tuhannya. Khusyuk menjadi barometer kedekatan diri dengan Allah. Mereka shalat minta ampunan, karena mendapat ampunan Allah merupakan rezeki yang sangat besar.
Khusyuk juga berarti ingat akan kematian. Akan berbeda kekhusyukan orang-orang yang ingat mati dan tidak ingat mati. Mereka yang ingat mati, senantiasa pada zikrul maut, zikir yang menghancurkan kenikmatan lezatnya dunia. Mereka yang ingat mati, akan hancur semua imajinasinya pada kenikmatan dunia. Hal itu memang tidak enak, karena mengingat mati bisa merusak selera.
Orang-orang yang tidak banyak meminta ampun di sepuluh hari terakhir ini, jangan-jangan sedang berada di permukaan saja. Misalnya mengkhatamkan Al-Qur’an karena semata-mata nafsu semata saja. Nafsu ingin cepat menyelesaikan khataman karena target, atau nafsu umroh saja. Nafsu-nafsu yang tidak membuatnya dekat kepada Allah.
Karenanya kita harus perbanyak istighfar. Dengan istighfar akan mendorong kita pada praktik berdoa untuk mendapatkan ampunan dan meningkatkan iman. Istighfar di bulan Ramadyan sangat dianjurkan, sebagai sarana untuk banyak meminta ampun kepada Allah yang merupakan rezeki yang besar.
Menyempurnakan dan menjaga Wudhu. Kita perlu menyempurnakan wudhu untuk menjaga kekhusyukan ibadah. Menyempurnakan wudhu dalam keadaan sulit juga sebagai tanda cinta kepada Allah. Menjaga wudhu dalam keadaan sulit adalah bagian dari komitmen dan kesungguhan dalam beribadah.
Lihat hadits riwayat Muslim nomor 251:
أَلا أدُلُّكُمْ علَى ما يَمْحُو اللَّهُ به الخَطايا، ويَرْفَعُ به الدَّرَجاتِ؟ قالُوا بَلَى يا رَسولَ اللهِ، قالَ: إسْباغُ الوُضُوءِ علَى المَكارِهِ، وكَثْرَةُ الخُطا إلى المَساجِدِ، وانْتِظارُ الصَّلاةِ بَعْدَ الصَّلاةِ، فَذَلِكُمُ الرِّباطُ. وليسَ في حَديثِ شُعْبَةَ ذِكْرُ الرِّباطِ. وفي حَديثِ مالِكٍ ثِنْتَيْنِ فَذَلِكُمُ الرِّباطُ، فَذَلِكُمُ الرِّباطُ
“Maukah kalian aku beritahukan sesuatu yang dengannya Allah menghapus dosa-dosa dan mengangkat derajat kalian? Para sahabat menjawab: “Tentu, wahai Rasulullah!”. Beliau bersabda: “menyempurnakan wudhu ketika kondisi sulit, memperbanyak langkah ke masjid, serta menunggu dari shalat yang satu ke shalat yang lain, karena itulah ribath, itulah ribath, itulah ribath””
Ribath adalah ikatan yang mengikat dalam agama.
Peningkatan Spiritual di Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk meningkatkan kualitas ibadah dan kedekatan kita dengan Allah. Sepuluh hari pertama Ramadhan ini mengingatkan kita, bahwa ibadah tidak hanya sekadar ritual. Ibadah juga harus diiringi dengan niat yang tulus dan kesadaran akan kehadiran Allah dalam setiap aktivitas kita.
Momen sepuluh hari pertama Ramadhan ini mengajak kita untuk merenungkan, bagaimana kita dapat meningkatkan kualitas ibadah selama bulan suci ini.
Penekanan pada kekhusyukan, ingat pada kematian memberikan perspektif yang lebih dalam tentang arti sebenarnya dari beribadah. Kita bisa menjadikan bulan Ramadan sebagai momentum untuk meningkatkan spiritualitas dan kedekatan kita dengan Allah.
Di sepuluh hari pertama Ramadhan ini, kita tanyakan kepada diri sendiri:
Apa kabar imanku? Apa kabar taqwa-ku?
Cek diri ini, seberapa dekat kita dengan Allah?
Mari kita perbarui kita: kita mengisi waktu hidup dari waktu shalat ke shalat berikutnya.
(*)