Oleh:
KH Bachtiar Nasir
RASULULLAH Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ، قَالَتْ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ ، حَتَّى نَقُولَ : لَا يُفْطِرُ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ : لَا يَصُومُ ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ
Dari Aisyah ra. ia berkata, “Rasulullah SAW berpuasa hingga kami mengatakan; beliau tidak berbuka, dan beliau berbuka hingga kami mengatakan; beliau tidak berpuasa. Dan tidaklah aku melihat Rasulullah SAW menyempurnakan puasa satu bulan sama sekali kecuali pada bulan Ramadhan, dan tidaklah aku melihat beliau dalam satu bulan lebih banyak melakukan puasa daripada berpuasa pada bulan Syaban.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Dalam Riwayat Muslim yang lain disebutkan (كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلَّا قَلِيلًا) yang berarti beliau berpuasa pada bulan Syaban kecuali sedikit (hanya beberapa hari saja tidak berpuasa).
Dalam hadits yang lain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan kenapa beliau memperbanyak puasa di bulan Syaban. Sebagai umatnya tentu kita mengikuti sunnah beliau ini. Dalam hadits ini disebutkan:
عن أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ ، قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، لَمْ أَرَكَ تَصُومُ مِنَ شَهْرٍ مِنَ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ ، قَالَ : ” ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبَ وَرَمَضَانَ ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
Dari Usamah bin Zaid, ia berkata, “Saya berkata kepada Rasulullah SAW: “Ya Rasulullah, saya belum pernah melihat engkau berpuasa pada satu bulan dari bulan-bulan lainnya sebagaimana engkau berpuasa pada bulan Sya’ban? Rasulullah SAW menjawab: “Bulan itu adalah bulan yang sering dilupakan manusia yaitu antara Rajab dan Ramadhan, dan ia adalah bulan yang diangkat di dalamnya seluruh amalan kepada Rabb semesta alam, maka aku menginginkan amalanku diangkat dalam keadaan aku berpuasa.” (Riwayat Abu Daud dan An-Nasai).
Pertama, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa bulan Syaban itu adalah bulan yang banyak dilalaikan orang karena terletak di antara dua bulan agung, yaitu bulan Rajab yang merupakan bulan haram dan bulan Ramadhan.
Ketika mengomentari hadits ini al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali menjelaskan bahwa bulan ini (Syaban) adalah bulan yang sering dilalaikan manusia di antara bulan Rajab dan bulan Ramadhan karena bulan ini diapit oleh dua bulan yang agung yaitu bulan haram dan bulan puasa. Maka orang-orang lebih sibuk dengan bulan Rajab dan Ramadhan itu dan melupakan bulan Sya’ban.
Hadits ini juga mengajarkan kepada kita untuk tidak termasuk orang yang lalai. Sebaliknya harus selalu mengisi dan memanfaatkan waktu-waktu yang kebanyakan manusia lalai terhadapnya. Seperti waktu sepertiga malam, di mana kebanyakan orang sedang lelap dalam tidurnya, tetapi kita disunnahkan untuk bangun bermunajat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam kesendirian dan keheningan malam. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Shallallahu ‘alaihi wasallam:
عن عَمْرو بْن عَبَسَةَ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الرَّبُّ مِنَ الْعَبْدِ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ الْآخِرِ ، فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَكُونَ مِمَّنْ يَذْكُرُ اللَّهَ فِي تِلْكَ السَّاعَةِ فَكُنْ
‘Amru bin ‘Abasah meriwayatkan bahwa ia mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sedekat-dekatnya Allah dengan hamba-Nya adalah dalam bagian malam terakhir, maka jika kamu mampu menjadi di antara mereka yang berdzikir pada waktu tersebut maka lakukanlah”. (Riwayat Tirmidzi dan Nasa`i).
Kedua, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa pada bulan Syaban ini amalan umat manusia diangkat kepada Allah Ta’ala. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam ingin agar amalnya diangkat ketika beliau dalam kondisi yang paling baik, yaitu dalam keadaan beribadah dan melakukan ketaatan kepada Allah.
Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam selalu ingin berada dalam ketaatan dan beribadah kepada Allah. Apalagi dalam waktu-waktu yang istimewa seperti di bulan Sya’ban ini di mana amalan bani Adam diangkat kepada Allah. Rasulullah tidak ingin terlihat dan dan dianggap lalai dan lengah di hadapan Allah Ta’ala.
Ketiga, para ulama juga menjelaskan bahwa bulan Sya’ban ini adalah bulan persiapan untuk memasuki bulan Ramadhan. Sehingga ketika kita memasuki bulan Ramadhan kita sudah siap dengan segala amal ibadahnya dan tidak merasa berat dan susah lagi untuk melakukannya.
Dalam kitab Lathaif al-ma’arif fi ma lil mawasim min wazhaif, Ibnu Rajab al-Hanbali menyebutkan bahwa Abu Bakar al-Balkhi berkata, “Bulan Rajab adalah bulan menanam, bulan Syaban adalah bulan menyiram tanaman dan bulan Ramadhan adalah bulan memanen hasil tanaman”. Maka bagaimana kita akan memanen jika kita tidak pernah menaman dan menyirami yang kita tanam?
Karena bulan Sya’ban adalah bulan persiapan untuk memasuki bulan Ramadhan, maka hendaklah kita memperbanyak amalan di bulan Sya’ban ini apa yang akan kita lakukan pada Ramadhan, mulai dari berpuasa, membaca dan mentadabburi al-Qur`an, bersedekah dan amalan-amalan lainnya.
Semoga kita termasuk yang diberikan kekuatan dan kemampuan oleh Allah untuk mengambil manfaat dan berkah yang sebesar-besarnya dari bulan Ramadhan nanti dengan memulainya dari bulan Sya’ban ini. Wallahu a’lam bish shawab.*