Oleh:
KH Bachtiar Nasir
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Al Kahfi ayat 10:
إِذْ أَوَى ٱلْفِتْيَةُ إِلَى ٱلْكَهْفِ فَقَالُوا۟ رَبَّنَآ ءَاتِنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا
“(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: ‘Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)’.”
Ashabul Kahfi adalah pemuda-pemuda bertauhid yang melarikan diri kedalam gua yang terletak di sebuah gunung. Letak gunung ini berada, masih dalam perbedaan pendapat para ulama. Ada yang menyebutnya berada di Romawi, ada yang menyebutnya berada di Niinawa, Aylah, atau di Balqa’.
Ashabul Kahfi hidup di masa permerintahan Raja Dikyaanus. Sementara mereka sendiri adalah putera-putera pembesar kerajaan. Mereka hidup setelah masa kenabian Isa as. Sehingga mereka mengimani risalah yang diberikan kepada Nabi Isa As. Sayangnya Raja Dikyaanus dan rakyatnya termasuk dalam golongan orang-orang yang kembali musyrik setelah mendapatkan dakwah dari Isa Alaihissalam.
Di saat Raja mendengar keimanan mereka dan memerintahkan mereka menghadap kepadanya, mereka menghadapi sang raja dengan berani serta menjawab pertanyaan sang raja dengan tegas dan benar. Bahkan, mereka mengajak sang raja untuk beriman kepada Allah Azza wa Jalla. Hal ini Allah abadikan di ayat 15 surat Al-Kahfi:
هَٰٓؤُلَآءِ قَوْمُنَا ٱتَّخَذُوا۟ مِن دُونِهِۦٓ ءَالِهَةً ۖ لَّوْلَا يَأْتُونَ عَلَيْهِم بِسُلْطَٰنٍۭ بَيِّنٍ ۖ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ ٱفْتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًا
“Dan Kami meneguhkan hati mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, ‘Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran’.”
Rahmat dan Hidayah Allah
Keimanan mereka ini akhirnya membuat raja dan rakyatnya memusuhi mereka. Hidup mereka terancam dan mereka ketakutan. Atas petunjuk Allah Ta’ala, akhirnya mereka memilih untuk mendaki gunung dan menemukan sebuah gua yang tersembunyi.
وَإِذِ ٱعْتَزَلْتُمُوهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ إِلَّا ٱللَّهَ فَأْوُۥٓا۟ إِلَى ٱلْكَهْفِ يَنشُرْ لَكُمْ رَبُّكُم مِّن رَّحْمَتِهِۦ وَيُهَيِّئْ لَكُم مِّنْ أَمْرِكُم مِّرْفَقًا
“Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Rabbmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu.” (QS. Al-Kahfi: 16).
Manakala mereka hendak memasuki gua, pemuda-pemuda Ashabul Kahfi memohon dua hal kepada Allah Azza wa Jalla,
إِذْ أَوَى ٱلْفِتْيَةُ إِلَى ٱلْكَهْفِ فَقَالُوا۟ رَبَّنَآ ءَاتِنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا
“(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa, “Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)’.” (QS. Al-Kahfi ayat 10).
Dua permintaan itu adalah rahmat Allah dan kesempurnaan petunjuk dalam urusan mereka. Kesempurnaan petunjuk itu dalam urusan agama dan urusan dunia yang mereka hadapi. Bagaimana pun kondisi mereka sekarang di bawah ancaman penguasa dan rakyatnya. Mereka tidak bisa keluar dari gua karena nyawa taruhannya. Hanya kepada Allah-lah, mereka kemudian menyandarkan harapan agar segala sesuatunya, menjadi sesuatu yang bermanfaat dalam dakwah maupun keselamatan mereka.
Doa ini kemudian diajarkan di dalam Al-Quran agar kita senantiasa memohon rahmat kepada-Nya, dalam keadaan seperti apa pun, terutama dalam keadaan yang berat dan sulit. Sebagaimana yang dilakukan oleh pemuda Ashabul Kahfi agar rahmat Allah diturunkan atas mereka sehingga mudahlah urusan mereka. Dan, semoga bimbingan Allah Ta’ala hadir menemani mereka dalam menjalani segala perintah Allah.
Mereka memohon petunjuk dan bimbingan dari sisi Allah Ta’ala, bukan berdasarkan apa yang mereka ketahui dan bukan karena apa yang bisa mereka lakukan. Apa yang kemudian Allah Ta’ala berikan kepada mereka sungguh luar biasa. Sesuatu yang bahkan tidak bisa dinalar oleh manusia. Mereka ditidurkan selama 109 tahun dan bangun di zaman yang sama sekali sudah berubah. Raja dan rakyatnya sudah berganti dan mereka beriman kepada Allah Ta’ala.
Kondisi ini mereka ketahui setelah mereka berbelanja di pasar dengan mata uang yang sudah seratus tahun lampau. Barulah mereka menyadari bahwa apa yang terjadi hari ini sudah bukan seperti kondisi yang mereka khawatirkan. Inilah rahmat Allah berupa pertolongan yang tak disangka.
Meski menurut kisah, akhirnya mereka diwafatkan oleh Allah tak lama kemudian. Namun, inilah pelajaran bagi kita bahwa apa yang ada di sisi Allah adalah yang terdekat dengan-Nya dan hanya bisa diminta oleh orang-orang yang senantiasa mendekat kepada-Nya. Bahwa, pertolongan dari sisi Allah Azza Wajalla adalah yang terbaik bahkan dari segala kebaikan yang terpikirkan oleh manusia. Itulah rahmat Allah Ta’ala yang akan menyempurnakan kebaikan segala urusan agama dan urusan dunia kita.
Mekanisme Takwa
Kisah Ashabul Khafi dan doanya ini juga menjadi pelajaran bagi kita bahwa tiada ada sandaran dan tempat kembali yang lebih kokoh dari Allah Ta’ala. Kewajiban kita adalah berusaha menyempurnakan apa yang menjadi kewajiban kita sebagai hamba. Maka, Allah-lah yang akan memberikan akhir yang terbaik. Bahkan lebih baik dari apa yang mampu kita bayangkan. Berupayalah dan berdoalah, maka Allah Ta’ala akan memberikan yang terbaik dari sisi-Nya untuk orang-orang yang mau mendekat pada ridha-Nya.
Sekarang bagaimana cara memandang kisah ini? Bahwa, ada mekanisme istimewa di dunia ini yang harus kita imani. Ini adalah mekanisme Ilahiyah. Mekanisme yang berjalan pasti di tas prinsip bahwa barang siapa yangng bertakwa kepada Allah Azza Wajalla maka baginya jalan keluar dari setiap permasalahan; yang sangat berat sekalipun. Dan, baginya keajaiban rezeki dari arah dan dengan jumlah yang tidak pernah disangka-sangka.
فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا۟ ذَوَىْ عَدْلٍ مِّنكُمْ وَأَقِيمُوا۟ ٱلشَّهَٰدَةَ لِلَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ يُوعَظُ بِهِۦ مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًا
“Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan, memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan, barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq ayat 2-3).
Inilah mekanisme takwa yang akan bekerja hingga datangnya hari kiamat. Ingatlah barang siapa yang ada di jalan takwa dan bergaya hidup takwa akan mendapat dua hal yaitu selalu ada jalan keluar dan adanya keajaiban rezeki yang mencukup dirinya. Maka, berupayalah agar takwa kita semakin baik setelah hari ini, hingga mengantarkan kita berjumpa-Nya di Yaumul Masyar nanti.*