Oleh:
KH Bachtiar Nasir
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah ayat 183).
Selepas Ramadan adalah waktu untuk mempraktikkan kebiasaan takwa yang ditempa dalam Ramadan agar menjadi gaya hidup, demi berjumpa dengan Allah Ta’ala. Karena itu, jalanilah hari-hari ke depan kita saat ini dengan gaya hidup takwa yang sebenar-benarnya takwa.
Untuk itu, sangat penting untuk mengisi waktu-waktu kita dengan amal saleh yang berkualitas. Jangan sampai hidup kita dibentuk oleh pola yang bukan Allah Ta’ala gariskan untuk kita. Contohnya, banyak sekali di antara kita yang pola hidupnya digariskan oleh pekerjaan. Jam kerja dan kebiasaan kerja kita, itulah yang menjadi garis dari pola hidup yang kita jalani. Bukan menurut apa yang Allah inginkan menjadi ritme hidup kita. Bahkan, tak jarang, cara hidup yang Allah Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam contohkan, dipaksa dan disesuaikan mengikuti pola kerja kita. Pola kerja, bisnis, dan karier inilah yang lebih ditaati dan lebih didisiplinkan dalam hidup kita.
Bekerja, bisnis, dan berkarier tentu adalah hal yang dibolehkan dalam Islam. Namun, tidak untuk menjadi prioritas kita sebagai hamba Allah dan umat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ingin istikamah beribadah kepada-Nya. Allah Azza wa Jalla mengingatkan kita dalam surat Al-Imran ayat 102:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”
Ingatlah bahwa hidup di dunia hanyalah sekadar waktu menebar manfaat. Waktunya pun sangat singkat. Karena itu, orientasi hidup haruslah tetap menuju akhirat. Maka, usai Ramadan, jangan kemudian merasa “terbebas” dari ibadah-ibadah yang biasa kita dirikan ketika Ramadan. Justru, berderaplah untuk meningkatkan taat.
Istikamah setelah Ramadan ini sangat penting karena inilah yang kelak mengantarkan kita menjalani hidup dengan takwa dan kelak berakhir dengan husnul khatimah menghadap-Nya. Kebutuhan kita akan shalat malam tidak hanya ketika Ramadan, kebutuhan kita akan mengkhatamkan Alquran tidak berhenti manakala Idulfitri datang, juga kebutuhan kita untuk berpuasa tidak selesai manakala hari terakhir Ramadan usai. Kita butuh semua aktivitas ibadah tersebut untuk menjadikan hidup lebih baik dan mengantarkan kita untuk tetap istikamah hingga perjumpaan dengan-Nya kelak.
Rumus Istikamah
Bila ingin istikamah dalam takwa, ingat tiga hal: ada perintah yang harus dilaksanakan, ada larangan yang harus ditinggalkan, dan ada takdir yang harus selalu kita ridhai. Takdir ini bukan perintah dan juga bukan larangan, tetapi kita seringkali tidak siap menghadapinya. Tiga hal ini harus kita ingat selalu, agar takwa kita senantiasa istikamah dan kelak membawa kita dalam keadaan husnul khatimah manakala bertemu dengan Allah Azza wa Jalla.
Orang yang sudah mampu menjalankan tiga hal ini, Insyaallah akan hidup dalam ketakwaan, hanya saja rintangan-rintangan yang berpotensi membelokkannya dari jalan takwa selalu ada. Misalnya saja, banyak orang yang seringkali gagal dalam menerima takdir. Kita pada umumnya ingin semua keinginan terlaksana. Padahal yang seringkali kita hadapi, takdir itu bertentangan dengan keinginan kita. Oleh karena itu, orang-orang beruntung itu sejatinya adalah orang-orang yang bila keinginannya dikabulkan oleh Allah Ta’ala, maka ia bersyukur. Dan, bila keinginannya ditolak oleh Allah Ta’ala, maka ia bersabar.
Mengapa demikian? Karena, manakala keinginan kita diberikan oleh Allah Ta’ala, maka sejatinya Allah tengah mengikuti kemauan kita. Bukan kehendak Allah Ta’ala. Dan, maunya kita, belum tentu baik untuk kita. Namun, jutru ketika takdir berkata lain dan keinginan kita tidak terlaksana, maka disaat itulah kita sedang mengikuti kehendak Allah Azza wa Jalla yang pastinya baik dan aman untuk kita. Inilah sikap orang bertakwa yang sesungguhnya.
Rumus berikutnya untuk dapat istikamah dalam takwa adalah, “Yakini dan benarkan semua janji baik Allah serta yakini dan benarkan semua ancaman Allah Ta’ala; niscaya kita akan selalu istiqomah beribadah untuk-Nya.”
Yakini dan benarkan semua janji baik Allah Ta’ala karena memang itulah akan terjadi. Hingga kita tidak usah bersusah payah untuk mencari berbagai alasan dan jawaban untuk sebuah kepastian yang akan terjadi; dari firman yang telah diturunkan-Nya. Karena itu terima, yakini dan benarkan. Sami’na wa atha’na.
Yakini dan benarkan semua ancaman-ancaman Allah Azza wa Jalla. Jika sudah diancam oleh Allah Ta’ala, maka terima, ikuti, yakini, dan benarkan. Jangan mencoba mencari alibi atau pembenaran untuk sesuatu yang telah diperingatkan oleh Allah Azza wa Jalla. Meskipun itu sudah dibenarkan medis, meski untungnya banyak, meski merupakan mata pencaharian keluarga, atau banyak alasan lainnya. Karena, alam ini ciptaan-Nya dan berjalan di atas aturan dan kehendak-Nya, maka barangsiapa yang mencoba untuk melanggar pengaturan-Nya – apalagi ancaman-Nya, sudah pasti akan membahayakan dirinya sendiri.
Terakhir, bila ingin istikamah dalam takwa, ingatlah untuk mengganti orientasi hidup menjadi hanya untuk akhirat. Jadikanlah akhirat sebagai tujuan utama dari setiap aktivitas yang kita lakukan. Lakukan yang terbaik sebagai bekal untuk kehidupan kita di akhirat, terutama untuk dapat berjumpa dengan Allah Azza wa Jalla. Ingatlah bahwa orang yang bertakwa adalah mereka yang menang dalam beribadah dan sukses mendapatkan tiket masuk surga Allah Ta’ala.*