Memahami Hikmah Persoalan

Jangan beri yang sisa untuk islam

Oleh:

KH Bachtiar Nasir

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS. Al-An’am ayat 32).

Hidup bagaikan rangkaian cerita yang tidak akan pernah berhenti hingga datangnya ajal. Setiap harinya tak pernah sepi dari persoalan. Bahkan seringkali menimpa di saat kita berbahagia dan tidak disangka. Namun, apa pun persoalan yang sedang kita hadapi saat ini, tetaplah yakin bahwa setiap takdir Allah Azza wa Jalla, itulah yang terbaik. Apa pun kondisinya, tetaplah itu sebuah kebaikan.

Terima dan Bersabar
Bagaimana caranya agar kita dapat melihat persoalan yang datang sebagai kebaikan? Yang terpenting adalah tidak menjadikan persoalan sebagai fokus pandangan.

Masalah seperti apa pun hendak kita ubah, tidak akan pernah berubah bentuknya. Datangnya tidak akan pernah bisa ditunda dan menuntut penyelesaian. Kita tidak pernah dapat mengubah persoalan. Namun, kita bisa menerimanya sebagai bagian yang memang harus hadir dalam hidup. Kita tidak bisa menolak kehadirannya, tetapi kita bisa memilih respon seperti apa yang dapat membantu penyelesaiannya.

Jadi, terimalah dulu persoalan yang datang. Sekalipun bukan kita penyebabnya. Terimalah semuanya, efek domino-nya sekalipun. Yakinlah bahwa Allah Ta’ala adalah sebaik-baik penolong dan semua ini datang, pasti ada maksud terbaik yang Allah Ta’ala sertakan di dalamnya. Bersabarlah saat ini. Sungguh, bersabar itu tempatnya di awal persoalan. Bukan saat persoalan sudah mulai menemui jalan keluar. Sebagaimana Rasulullah saw bersabda, “Sungguh yang sabar itu adalah ketika di awal musibah.” (Muttafaqun ‘Alaihi, HR. Bukhari dan Muslim)

Yang sedang menghadapi masalah seperti yang kita hadapi, mungkin bukan hanya kita seorang. Dan, seberat-beratnya masalah, para nabi dan rasul-Nya-lah yang menanggungnya. Apa yang sedang kita hadapi saat ini, mungkin hanya sebagian dari berat dan besarnya ujian, masalah, bahkan kesakitan yang ditanggung nabi dan rasul-Nya.

Said al-Khudri menuturkan, apa yang dilihatnya manakala menjenguk Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam yang sakit menjelang wafatnya. “Aku menjenguk Nabi saw ketika beliau sakit. Aku pun meletakkan tanganku kepada beliau. Maka, aku mendapati rasa panas tubuh beliau tembus hingga ke selimut beliau di depanku. Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, betapa berat sakitmu.’ Nabi pun bersabda, ‘Sesungguhnya demikianlah kami (para nabi). Ujian dilipatgandakan bagi kami dan pahala kami juga dilipatgandakan’.” (HR. Ibnu Majah).

Karena itu, terimalah dulu persoalan, ujian, masalah, bahkan rasa sakit yang kini datang. Walau mungkin, kita merasa, “hanya kita yang tahu deritanya”. Namun, yang pasti, hanya Allah Yang Maha Tahu bahwa kita bisa menanggungnya. Kita mampu dan kuat bertahan. Sebab, segala sesuatu di muka bumi ini, hanya dapat terjadi dengan izin-Nya. Allah Mahakuasa untuk mencegah masalah menimpa kita.

Namun, Allah Ta’ala justru mengizinkan masalah itu terjadi. Tentu karena Allah Ta’ala ingin kita memahami maksud terbaik di baliknya, memahami hikmahnya, dan menjadi pribadi yang lebih baik.

Jangan Bermaksiat
Jangan melarikan diri, menolak kenyataan, apalagi menyalahkan Allah Azza wa Jalla ketika ujian itu menimpa. Itu hanya akan membutakan mata hati dan membuat kita tak mampu berpikir jernih. Ingatlah bahwa sesungguhnya sabar dan shalat adalah jalan terbaik mendapatkan pertolongan-Nya. “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan, sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu..’,” (QS. Al-Baqarah ayat 45).

Sabar, apalagi di awal masalah, bukanlah mudah. Begitu pun shalat, terasa berat; apalagi kebanyakan dari kita justru lebih teringat pada masalah – ketimbang ingat sedang menghadap-Nya. Kecuali, mereka yang ingat bahwa ujung dari kehidupan dan segala persoalan yang ada di dalamnya adalah perjumpaan dengan Allah Azza wa Jalla. Ujian, masalah, persoalan, atau apa pun namanya; adalah panggilan dari-Nya untuk sejenak berhenti dari segala kesibukan dan hiruk-pikuk dunia. Kembali kepada-Nya. Karena, sesungguhnya jawaban dan jalan keluar dari segala ujian dan persoalan yang kita hadapi, sudah ada di sisi-Nya. Kita “dipanggil” untuk mendekat dan mengambil jawaban tersebut dengan password: ridha-Nya.

Jangan berpikir untuk menjauh, menyalahkan-Nya, apalagi mencari jawaban dengan bermaksiat kepada-Nya. Semua itu hanya menambah rasa tersiksa dan sakit. Mengapa para nabi dan rasul mampu menjalani dan menyelesaikan setiap ujian berat yang mereka hadapi? Karena, mereka mendekat kepada Allah Azza wa Jalla. Semakin berat masalah yang dihadapi, mereka bukan melarikan diri dan berlepas tangan. Mereka juga tidak mengambil “jalan pintas” untuk menyelesaikannya. Mereka memilih untuk menempuh jalan keluar bersama Allah Ta’ala. Menaati segala aturan yang sudah Allah Azza Wajalla tentukan.

Khusyu’lah pada jalan yang sudah Allah Ta’ala berikan dalam Al-Quran dan sunnah rasul-Nya. Fokuslah pada hikmah dan maksud baik yang Allah sertakan pada setiap ujian dan persoalan. Ingatlah bahwa ujian dan kesenangan yang salip menyalip dalam kehidupan kita, tak lain hanyalah senda gurau belaka. Tawa dan tangisnya tak pernah selamanya. Silih bergantinya adalah soal-soal kehidupan yang mesti kita pahami maksudnya dan temukan jawabannya. Bukan sekadar sesuatu yang datang dan pergi tanpa arti. Melainkan semuanya menjadi jembatan yang mengantar kita berjumpa dengan-Nya.

Tangkaplah esensi hikmah yang ada di dalamnya. Bahwa, Allah Ta’ala ingin kita menjadi pribadi yang taat kepada-Nya, sekaligus bermanfaat sebagai wakil-Nya di dunia ini. Namun, ingatlah juga bahwa apa pun yang terjadi di perjalanan-Nya; senantiasalah dekat dengan Allah Azza Wajalla dan kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka, tidakkah kamu memahaminya?*

Facebook
WhatsApp
Threads
X
Telegram
Print
Picture of KH Bachtiar Nasir

KH Bachtiar Nasir

Ulama, Pemikir, dan Penggerak Dakwah Islam

Artikel Terbaru