Oleh:
KH Bachtiar Nasir
ADA fenomena di tengah masyarakat kita di bulan suci Ramadhan ini yang kemudian menjadi hal biasa bagi kita karena terus berulang setiap kali datang bulan Ramadhan. Fenomena itu adalah semaraknya penyambutan awal bulan Ramadhan. Wajah-wajah umat Islam penuh ceria dan senyum sambil mengucapkan selamat datang bulan Ramadhan antara satu dengan lainnya. Masjid-masjid penuh dengan orang yang menunaikan shalat fardhu dan shalat sunnah tarawih, dan lantunan ayat-ayat suci Alquran terdengar di mana-mana.
Bahkan ada sebagian masjid yang sebelum bulan Ramadhan jamaah yang shalat berjamaah di dalamnya hanya satu baris shaf, dan terkadang itu pun tidak penuh. Tetapi di awal Ramadhan masjid itu tidak mampu menampung jumlah jamaah yang shalat sehingga jamaahnya membludak sampai ke beranda dan halaman masjid.
Ironi
Namun, sangat disayangkan kondisi ini tidak bertahan lama. Bersamaan dengan berlalunya hari-hari Ramadhan, jamaah shalat yang tadi membludak pun mulai kembali kepada kondisi normalnya sedikit demi sedikit. Masjid-masjid semakin maju shaf jamaahnya, alias semakin kosong shaf-shaf di belakangnya. Karena ditinggalkan oleh para jamaahnya. Masjid dan rumah-rumah yang sebelumnya selalu terdengar lantunan ayat-ayat Alquran sedikit demi sedikit mulai berkurang.
Padahal bulan Ramadhan ini dari awal hingga akhirnya adalah rahmat dan bentuk kasih sayang Allah Ta’ala kepada umat Islam. Agar mereka dapat mengambil manfaat yang sebesar-besarnya dari bulan Ramadhan ini dan keluar sebagai pemenang yang mendapatkan ampunan dari Allah Ta’la. Dan semua nikmat bulan Ramadhan itu kemudian diakhiri dengan puncaknya, yaitu lailatul qadar, malam kemuliaan, malam seribu bulan, malam yang didambakan setiap pribadi yang mengaku dirinya beriman. Malam kemuliaan ini ada di sepuluh terakhir Ramadhan, yaitu malam-malam yang diabaikan umat Islam karena sibuk dengan persiapan lebaran.
Kenapa fenomena ini terjadi? Apakah karena kita salah dalam mempersiapkan diri dalam menyambut bulan suci ini? Apakah karena kita termasuk mereka yang menjadikan bulan suci penuh berkah ini sebagai bulan pesta kuliner, makanan dan minuman yang lezat? Sehingga jauh-jauh hari sebelum Ramadhan kita sudah menyiapkan menu-menu lezat untuk sahur dan berbuka? Atau apakah kita termasuk mereka yang menjadikan bulan suci ini sebagai bulan acara TV yang bagus-bagus? Khususnya sinetron dan kuis sehingga jauh-jauh hari kita sudah mulai menghafal jadwal acara televisi yang akan ditonton selama sebulan penuh. Ataukah kita termasuk kelompok mereka yang menjadikan bulan Ramadhan ini bulan shooping dan belanja murah sehingga pengeluaran kita justru jauh meningkat dibandingkan bulan-bulan lainnya.
Sungguh kalau itu yang terjadi, betapa meruginya kita. Kita sudah diberikan kesempatan untuk bertemu dengan bulan Ramadhan kembali, namun ketika bulan Ramadhan berlalu kita tidak mendapatkan ampunan dari Allah. Karena tidak mengisinya dengan ibadah dan segala amal kebajikan yang sangat dianjurkan di bulan suci ini. Sebagaimana yang digambarkan dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa di antara doa Jibril yang diaminkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah:
قَالَ لِي جِبْرِيلُ : أَرْغَمَ اللَّهُ أَنْفَ عَبْدٍ أَوْ بَعُدَ دَخَلَ رَمَضَانَ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ ، فَقُلْتُ : آمِينَ
Malaikat Jibril berkata kepadaku: “Semoga Allah mencelakakan hamba atau menjauhkannya, (yaitu) orang yang mendapatkan bulan Ramadan, tetapi dirinya tidak mendapatkan ampunan”. Maka aku (Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) katakan, “Amiinn”. (Riwayat Tirmidzi, Ahmad dan Ibnu Khuzaimah).
Lalu bagaimana itu agar itu tidak terjadi? Bagaimana caranya di sisa bulan penuh berkah ini kita dapat terus menjaga semangat yang muncul di awal Ramadhan ini sampai akhir? Bagaimana caranya agar kita terus berlomba-lomba dalam beribadah dan beramal sampai garis akhir Ramadhan dan menjadi pemenang yang berhak merayakannya di hari Idul Fitri?
Berikut hal-hal yang dapat membantu kita untuk dapat menjaga gelora semangat Ramadhan itu hingga garis akhir Ramadhan:
Pertama, memperbaiki kembali niat kita. Agar benar-benar ikhlas karena Allah dan membulatkan tekad untuk menggunakan kesempata Ramadhan tahun ini dengan sebaik-baiknya. Ibnu al-Qayyim dalam kitabnya al-Fawaid menjelaskan keberhasilan mencapai cita-cita dan keinginan yang tinggi tergantung kepada kemauan yang tinggi dan niat yang benar. Maka barangsiapa yang tidak memiliki kedua hal itu, ia tidak akan berhasil menggapainya.
Kedua, mempelajari serta memahami kembali keutamaan bulan suci penuh berkah ini. Allah dan Rasul-Nya sudah menjanjikan ganjaran yang berlipat ganda bagi hamba-Nya yang berpuasa dan mengisi bulan Ramadhan ini dengan segala bentuk amal kebajikan. Dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam disebutkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ ، قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي ، وَأَنَا أَجْزِي بِهِ ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي ، لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ : فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ ، وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
Dari Abu Hurairah ra. ia berkata, “Rasulullah SAW. bersabda: “Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah SWT. berfirman: “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanannya karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kegembiraan yaitu kegembiraa ketika dia berbuka dan kegembiraan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Di dalam hadits lain juga disebutkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ، وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Abu Hurairah ra. meriwayatkan dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, Barangsiapa yang menghidupkan malam lailatul qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Bahkan untuk mempermudah dan agar para hambanya mau beribadah, Allah Ta’ala membuka semua akses yang membantu seorang hamba untuk beribadah, dan menutup akses-akses untuknya melakukan maksiat dan kejahatan. Dalam haditsnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِذَا كَانَتْ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ ، وَمَرَدَةُ الْجِنِّ ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ ، فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ ، وَفُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ ، فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ ، وَنَادَى مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ ، وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ ، وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ ، وَذَلِكَ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ
Abu Hurairah meriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Jika malam pertama Ramadhan datang, maka setan-setan, dan jin-jin pembangkang dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup dan tidak ada satu pintunya pun yang terbuka, pintu-pintu surga dibuka dan tidak ada satu pintu pun yang ditutup. Lalu ada suara yang menyeru, ”Wahai pencari kebaikan! Sambutlah, wahai pencari kejelekan! berhentilah”. Allah memiliki hamba-hamba yang dimerdekakan dari neraka. Dan demikian itu pada setiap malam.” (Riwayat Tirmizi dan Ibnu Majah).
Ketiga, mensyukuri nikmat Allah ta’ala yang masih memberikan kita kesempatan sekali lagi untuk bertemu bulan Ramadhan yang penuh berkah ini. Kita bisa melihat ke sekeliling kita berapa banyak keluarga kita, kawan dan orang-orang yang kita kenal tidak lagi merasakan nikmatnya bertemu dengan Ramadhan tahun ini karena kematian telah menjemput mereka.
Ketika kita menyadari betapa besarnya nikmat yang kita dapat dengan Ramadhan ini, maka akan dorongan kuat untuk mengisi dan memanfaatkannya dengan semaksimal mungkin.
Keempat, menimbulkan kesadaran dalam diri kita bahwa mungkin ini adalah kesempatan Ramadhan terakhir yang Allah karuniakan kepada kita. Tahun depan mungkin kita tidak ditakdirkan lagi untuk bertemu kembali dengan bulan penuh rahmat dan berkah ini. Ketika kesadaran itu muncul, maka hati dan jiwa kita akan termotivasi untuk beribadah dan beramal dengan sebaik-baiknya. Tidak akan ada lagi dalam pikiran kita ‘nantilah di Ramadhan depan akan saya perbaiki’ karena kita tidak yakin umur kita masih akan sampai Ramadhan tahun depan. Bisa jadi inilah Ramadhan terakhir kita. Kesadaran inilah yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ , قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ , عَلِّمْنِي وَأَوْجِزْ , قَالَ : ” إِذَا قُمْتَ فِي صَلَاتِكَ , فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ , وَلَا تَكَلَّمْ بِكَلَامٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ , وَأَجْمِعِ الْيَأْسَ عَمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ.
Dari Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Seorang laki-laki menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata: “Ya Rasulullah. Berilah aku nasehat yang ringkas.” Maka beliau bersabda: “Kalau Engkau mengerjakan shalat, maka shalatlah seperti shalatnya orang yang hendak meninggalkan dunia. Jangan berbicara dengan satu kalimat yang esok hari kamu akan meminta maaf karena ucapan itu. Dan perbanyaklah rasa putus asa terhadap apa yang ditangan orang lain.” (Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah).
Kelima, jika Allah Ta’ala masih memberikan kita kesempatan untuk bertemu Ramadhan di tahun depan, maka kita harus memulainya dari sebelum Ramadhan. Para ulama kita dulu mengatakan bahwa bulan Rajab adalah bulan menanam, bulan Sya’ban adalah bulan menyiram tanaman dan bulan Ramadhan adalah bulan memanen hasil tanaman”. Maka bagaimana kita akan memanen jika kita tidak pernah menaman dan menyirami yang kita tanam?
Karena itulah diantara sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam di bulan Syaban adalah memperbanyak ibadah puasa yang merupakan ibadah utama bulan Ramadhan sehingga puasa di bulan Ramadhan tidak lagi menjadi sesuatu yang baru dan mendadak dirasakan badan.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ، قَالَتْ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ ، حَتَّى نَقُولَ : لَا يُفْطِرُ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ : لَا يَصُومُ ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa hingga kami mengatakan; beliau tidak berbuka, dan beliau berbuka hingga kami mengatakan; beliau tidak berpuasa. Dan tidaklah aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasa satu bulan sama sekali kecuali pada bulan Ramadhan, dan tidaklah aku melihat beliau dalam satu bulan lebih banyak melakukan puasa daripada berpuasa pada bulan Sya’ban.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Begitu juga dengan ibadah-ibadah lain, hendaknya tidak dilakukan banyak dan lama sekaligus. Lalu karena terasa berat ditinggalkan lagi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kita kita beramal sesuai dengan kemampuan fisik kita sehingga kita dapat istikamah dalam melakukannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ ، عَلَيْكُمْ مِنَ الأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ ، فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا ، وَإِنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دُووِمَ عَلَيْهِ وَإِنْ قَلَّ
“Wahai manusia, hendaknya kalian mengerjakan amalan yang kalian sanggupi, karena sesungguhnya Allah tidak akan bosan sampai kalian bosan, dan sesungguhnya amalan yang paling dicintai Allah adalah yang dikerjakan terus menerus meskipun sedikit”. (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Semoga Allah memampukan kita untuk terus semangat dalam beribadah dan mengisi bulan Ramadhan ini dengan segala bentuk amal kebajikan, dan berlomba dalam kebaikan sampai garis finish Ramadhan. Semoga kita termasuk yang berhak merayakan kemenangan dengan mendapatkan ampunan Allah di hari Idul fitri. Aamiin.*