Oleh:
KH Bachtiar Nasir
DALAM hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tentang puasa Ramadan disebutkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Dan tentang keutamaan menghidupkan malam-malam Ramadan dengan qiyamullail, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : مَنْ قَامَ رَمَضَانَ ، إِيمَانًا ، وَاحْتِسَابًا ، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang menghidupkan malam bulan Ramadan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits-hadits di atas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa puasa dan qiyamullail di bulan Ramadan yang dilakukan baru akan mendapatkan hasilnya berupa ampunan dari Allah Ta’ala ketika dilakukan dengan ‘imaanan’ dan ‘ihtisaaban’.
Ibnu Hajar al’Asqalani dalam kitabnya Fathul Bari menjelaskan bahwa makna ‘imaanan’ adalah yakin akan kebenaran wajibnya puasa Ramadan. Sedangkan ‘ihtisaaban’ maknanya mengharapkan ganjaran pahala dari Allah Ta’ala.
Al-Manawi dalam kitabnya Faidh al-Qadir menjelaskan bahwa makna ‘imaanan’ adalah membenarkan janji Allah Ta’ala. Sedangkan ‘ihtisaaban’ berarti ikhlas hanya mengharapkan balasan dari Allah, bukan karena riya`.
Maka makna ‘imaanan’ adalah meyakini kewajiban ibadah puasa dan janji Allah Ta’ala akan ganjaran dan pahala bagi yang melakukannya. Sedangkan ‘ihtisaaban’ berarti melakukan ibadah puasa dan segala macam ibadah lainnya hanya karena Allah Ta’ala, bukan karena riya`, ingin dilihat dan dipuji orang lain.
Adapun bagaimana menjadikan ibadah puasa kita seperti yang disebutkan dalam hadits dan diterima oleh Allah ta’ala, maka hal itu dapat kita temukan jawabannya dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، يَقُولُ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : ” كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ ، وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ ، فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ ، فَلَا يَرْفُثْ يَوْمَئِذٍ وَلَا يَسْخَبْ ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ ، فَلْيَقُلْ : إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ ” ، وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ ، أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ ، وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا : إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ بِفِطْرِهِ ، وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah berfirman: “Setiap amalan Bani Adam adalah baginya sendiri kecuali puasanya. Sesungguhnya puasa itu adalah untuk Ku dan Akulah yang akan membalasnya. Puasa itu adalah perisai. Apabila seseorang sedang berpuasa, maka janganlah ia berkata kotor pada hari itu dan jangan pula bertengkar. Apabila ia dimaki oleh orang lain dan diajak berkelahi, hendaklah ia berkata ‘aku sedang berpuasa’. Demi Allah, sesungguhnya nafas dari mulut orang yang sedang berpuasa itu di hari kiamat nanti lebih harum dari bau kasturi. Dan bagi orang yang berpuasa dua kegembiraan, yaitu ketika berpuasa dan ketika berjumpa dengan Allah kelak.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam di atas, maka diterima atau tidaknya ibadah puasa kita dan ibadah-ibadah lain dalam bulan Ramadan ini sangat berkaitan dengan keikhlasan kita dalam berpuasa dan bagaimana kita menjaga akhlak dan perilaku kita selama berpuasa serta meninggalkan segala bentuk maksiat dan dosa.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan peringatan yang sangat keras kepada umatnya agar jangan sampai berbuat maksiat dan dosa di bulan ini. Karena hal itu akan dapat menghapuskan amalan puasa yang dia lakukan. Bahkan untuk hanya sekadar bertengkar dan berkata-kata kotor ketika sedang berpuasa.
Dalam hadits lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menegaskan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dusta dan melakukan itu, maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makanan dan minumannya.” (Riwayat Bukhari).
Dalam hadits ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menegaskan bahwa puasa itu bukan hanya sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menahan diri dari perbuatan dosa dan maksiat, khususnya dalam hadits ini disebutkan mengumbar perkataan dusta.
Tentu kita tidak ingin puasa yang kita lakukan hasilnya hanyalah sekadar menahan haus dan lapar, dan qiyamullail yang kita lakukan hanya sekadar bergadang tanpa nilai dan pahala di sisi Allah Subhanallahu Ta’ala. Sebagaimana yang digambarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ ، وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Betapa banyak orang yang berpuasa bagian yang ia dapatkan (hanyalah) lapar dan dahaga. Dan betapa banyak orang yang melakukan qiyamullail, namun bagian yang ia dapat hanyalah bergadang malam.” (Riwayat Ahmad, An-Nasai, Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah).
Semoga puasa Ramadan kita tahun ini menjadi puasa yang mengantarkan kita kepada ketakwaan. Sehingga kita mendapatkan ampunan dari Allah Ta’ala dan termasuk yang dibebaskan Allah dari siksaan neraka. Aamiin.
Wallahu ‘alam bish shawab.*