Oleh:
KH Bachtiar Nasir
ALLAH Subhanahu wa Ta’ala dengan hikmah-Nya telah memuliakan dan mengutamakan sebagian bulan atas bulan yang lain. Mengutamakan sebagian tempat atas tempat yang lain, tetapi semuanya itu harus berdasarkan dalil dan hujjah yang kuat dari Alquran dan hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam yang shahih. Allah Ta’ala telah memuliakan sebagian bulan yaitu bulan-bulan haram atas bulan yang lain. Allah berrfirman:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللَّـهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّـهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (Surat At-Taubah [9]: 36).
Dan bulan-bulan haram itu kemudian dijelaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya:
عَنْ أَبِي بَكْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : ” الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ ، وَذُو الْحِجَّةِ ، وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ. رواه البخارى ومسلم
Diriwayatkan dari Abu Bakrah ra bahwasanya Nabi SAW bersabda: “Masa telah berputar seperti keadaannya ini dari semenjak Allah SWT. menciptakan langit dan bumi, satu tahun itu 12 bulan, diantaranya empat bulan suci, tiga bulan berturut-turut; Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram dan bulan Rajab mudhar yang terletak antara bulan Jumada dan Sya’ban. (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Adapun sebab bulan-bulan ini disebut bulan haram adalah pada bulan-bulan itu diharamkan untuk melakukan peperangan. Kecuali jika diserang, dan juga karena melakukan perbuatan yang diharamkan pada bulan-bulan itu dosanya lebih besar dibandingkan bulan lainnya. Bulan Rajab termasuk bulan-bulan haram yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut.
Adapun mengenai dalil tentang mengkhususkan puasa di bulan Rajab, seperti menyebutkan bahwa barangsiapa yang berpuasa di awal Rajab atau beberapa hari dari bulan Rajab maka itu tidak ada dalilnya. Jika adapun hadits yang diriwayatkan tentang itu, maka menurut para ulama maka hadits-haidtsnya itu adalah antara hadits yang sangat dha’if (lemah) dan hadits maudhu’ (palsu).
Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitabnya Tabyinul ‘ujub bi ma warada fi fadhli Rajab menegaskan, “Tidak terdapat riwayat yang sahih yang bisa dijadikan dalil tentang keutamaan bulan Rajab, baik dengan puasa sebulan penuh, puasa pada hari-hari tertentu di bulan Rajab, atau shalat qiyamul lail di malam-malam tertentu. Telah ada orang yang mendahuluiku dalam memastikan hal itu yaitu Imam Abu Ismail al-Harawi.
Beliau melanjutkan, “Adapun hadits yang menerangkan tentang keutamaan Rajab, atau keutamaan puasanya, atau puasa pada sebagian harinya secara jelas, maka ada dua macam yaitu dha’if dan maudhu’.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ fatawa juga menegakan bahwa hadits berpuasa di bulan Rajab secara khusus, semua haditsnya adalah lemah, bahkan palsu. Sedikitpun tidak dijadikan landasan oleh para ulama. Dan juga bukan kategori hadits lemah yang dapat diriwayatkan dalam bab amalan utama (fadha’ilul a’mal). Mayoritasnya adalah hadits-hadits palsu dan dusta.
Terkait riwayat yang terdapat dalam Musnad dan (kitab hadits) lainnya dari Nabi SAW bahwa beliau memerintahkan untuk berpuasa pada bulan-bulan haram yaitu Rajab, Dzulqaidah, Dzulhijjah dan Muharram, yang dimaksud adalah anjuran berpuasa pada empat bulan semunya, bukan Rajab secara khusus.”
Sayyid Sabiq dalam kitabnya fiqh As-Sunnah menjelaskan bahwa puasa Rajab tidak ada keutamaan tambahan dibandingkan dengan (bulan-bulan) lainnya. Hanya saja ia termasuk bulan haram. Tidak ada dalam sunnah yang shahih bahwa berpuasa di bulan Rajab mempunyai keutamaan khusus. Adapun (hadits) yang ada tentang hal itu, tidak dapat dijadikan hujjah.
Imam Ibnu Qayyim dalam kitab al-Manar al-Munif menyebutkan bahwa semua hadits yang menyebutkan puasa Rajab dan shalat pada sebagian malamnya adalah kebohongan yang diada-adakan.
Berdasarkan hal itu maka mengkhususkan hari-hari tertentu untuk berpuasa dalam bulan Rajab, seperti hari pertama dan kedua, dan meyakini bahwa itu merupakan suatu hal yang sunnah dan mempunyai kelebihan dibanding puasa di hari-hari lainnya termasuk kepada perbuatan bid’ah yang dilarang dalam agama.
Adapun memperbanyak puasa pada bulan Rajab itu karena ia termasuk ke dalam bulan-bulan haram dalam Islam, dan tidak hanya mengkhususkan puasa itu di bulan rajab saja. Tetapi juga di bulan-bulan haram lainnya maka itu dibolehkan berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud yang menunjukkan bahwa dianjurkan untuk memperbanyak puasa pada bulan-bulan haram, yaitu:
عَنْ مُجِيبَةَ الْبَاهِلِيَّةِ ، عَنْ أَبِيهَا أَوْ عَمِّهَا ، أَنَّهُ أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ انْطَلَقَ . فَأَتَاهُ بَعْدَ سَنَةٍ وَقَدْ تَغَيَّرَتْ حَالُهُ وَهَيْئَتُهُ . فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَمَا تَعْرِفُنِي ؟ قَالَ : وَمَنْ أَنْتَ ؟ قَالَ : أَنَا الْبَاهِلِيُّ الَّذِي جِئْتُكَ عَامَ الْأَوَّلِ . قَالَ : فَمَا غَيَّرَكَ وَقَدْ كُنْتَ حَسَنَ الْهَيْئَةِ ؟ قَالَ : مَا أَكَلْتُ طَعَامًا إِلَّا بِلَيْلٍ مُنْذُ فَارَقْتُكَ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لِمَ عَذَّبْتَ نَفْسَكَ ؟ ثُمَّ قَالَ : ” صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ وَيَوْمًا مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ” . قَالَ : زِدْنِي فَإِنَّ بِي قُوَّةً . قَالَ : صُمْ يَوْمَيْنِ . قَالَ : زِدْنِي . قَالَ : صُمْ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ . قَالَ : زِدْنِي . قَالَ : صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ ، صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ ، صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ ” . وَقَالَ بِأَصَابِعِهِ الثَّلَاثَةِ ، فَضَمَّهَا ثُمَّ أَرْسَلَهَا. رواه أبو داود
Diriwayatkan dari Mujibah al-Bahiliyyah dari ayah atau pamannya bahwasanya ia pernah mendatangi Rasulullah SAW kemudian pergi lagi dan setelah setahun ia mendatangi beliau dengan keadaannya yang telah berubah dan berkata: “Wahai Rasulullah apakah engkau masih mengenalku?” Beliau bertanya: “Siapakah kamu?” Ia menjawab: “Aku orang laki-laki Bahili yang pernah mendatangimu tahun lalu.” Beliau bertanya: “Lalu apa yang telah mengubahmu? Penampilanmu dulu kan sangat bagus?” Ia menjawab: “Tidaklah aku makan kecuali pada malam hari semenjak berpisah denganmu.” Maka Rasulullah SAW bersabda: “Mengapa kamu menyiksa dirimu?” Kemudian beliau bersabda: “Berpuasalah pada bulan sabar (bulan Ramadhan) dan sehari setiap bulan!” Ia berkata: “Tambahkanlah untukku karena aku kuat lebih dari itu!” Kemudian beliau bersabda: “Berpuasalah 2 hari setiap bulan!” Ia berkata: “Tambahkan lagi!” Beliau bersabda: “Berpuasalah 3 hari setiap bulan!” Ia berkata: “Tambahkan lagi!” Beliau berkata: “Berpuasalah dari bulan-bulan haram dan juga tinggalkan! Berpuasalah dari bulan-bulan haram dan juga tinggalkan! Berpuasalah dari bulan-bulan haram dan juga tinggalkan!” Ia berkata dengan jemarinya yang tiga kemudian mengumpulkan dan melepaskannya.” (Riwayat Abu Dawud).
Ibnu Hajar mengatakan bahwa meskipun ada perawi dalam sanad hadits ini yang tidak diketahui keadaanya, tapi hadits ini menunjukkan bahwa disunnahkan memperbanyak puasa pada bulan Rajab karena ia termasuk ke dalam bulan-bulan haram.
Jika ingin memperbanyak ibadah puasa kita sepanjang tahun maka kita tidak perlu bersandarkan kepada hadits-hadits dha’if atau maudhu’ dalam menjalankannya, Karena kita cukup menjalankan secara konsisten puasa-puasa yang disunnahkan dan dianjurkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits-haditsnya yang shahih, di antaranya yaitu puasa Senin Kamis, puasa tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulannya (ayyamul baidh) dan jika mau melakukan puasa Nabi Daud yang merupakan sebaik-baiknya puasa.
عَنْ أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ ، قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ! إِنَّكَ تَصُومُ حَتَّى لَا تَكَادَ تُفْطِرُ ، وَتُفْطِرُ حَتَّى لَا تَكَادَ أَنْ تَصُومَ ، إِلَّا يَوْمَيْنِ إِنْ دَخَلَا فِي صِيَامِكَ وَإِلَّا صُمْتَهُمَا ، قَالَ : ” أَيُّ يَوْمَيْنِ ؟ ” , قُلْتُ : يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ ، قَالَ : ” ذَانِكَ يَوْمَانِ تُعْرَضُ فِيهِمَا الْأَعْمَالُ عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ ، فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ. رواه النسائى و أبو داود وابن خزيمة وأحمد
Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid, ia berkata, “Saya berkata: “Wahai Rasulullah! Sungguh engkau selalu berpuasa sehingga hampir-hampir tidak pernah tidak puasa, dan engkau selalu tidak puasa sehingga hampir-hampir tidak pernah berpuasa kecuali dua hari yang jika tidak termasuk ke dalam yang biasa engkau puasa maka engkau pasti berpuasa pada dua hari”. Nabi bertanya, “apakah kedua hari itu? Saya menjawab, “Hari Senin dan Kamis” Nabi Bersabda: “Kedua hari itu adalah hari dimana amal perrbuatan manusia diperlihatkan kepada Tuhan sekalian alam, maka saya ingin amal perbuatan saya diperlihatkan pada waktu saya berpuasa.” (Riwayat Al-Nasa`i, Abu Daud, Ibnu Khuzaimah dan Ahmad).
عَنْ عَائِشَةَ ، قَالَتْ : ” كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَعْبَانَ وَرَمَضَانَ وَيَتَحَرَّى صَوْمَ الاثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ. رواه أحمد و النسائى
Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata, “Rasulullah SAW biasa berrpuasa pada bulan Sya’ban dan Ramadhan dan selalu berusaha untuk berpuasa pada hari Senin dan Kamis.” (Riwayat Ahmad dan al-Nasa`i).
عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْبَجَلِيِّ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : “ صِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ صِيَامُ الدَّهْرِ ، وَأَيَّامُ الْبِيضِ صَبِيحَةَ ثَلاثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ. رواه النسائى والبيهقى
Diriwayatkan dari Jarir bin Abdullah al-Bajalli bahwasanya Nabi SAW bersabda: “Puasa tiga hari setiap bulan adalah sama dengan puasa dahr (puasa setahun). Dan puasa ayyamul bidh (hari-hari putih) adalah hari ketiga belas, empat belas, dan lima belas.” (Riwayat An-Nasa`i dan al-Baihaqi).
عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، قَالَ : أُخْبِرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّي أَقُولُ وَاللَّهِ لَأَصُومَنَّ النَّهَارَ وَلَأَقُومَنَّ اللَّيْلَ مَا عِشْتُ ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” أَنْتَ الَّذِي تَقُولُ وَاللَّهِ لَأَصُومَنَّ النَّهَارَ وَلَأَقُومَنَّ اللَّيْلَ مَا عِشْتُ ، قُلْت : قَدْ قُلْتُهُ ، قَالَ : إِنَّكَ لَا تَسْتَطِيعُ ذَلِكَ فَصُمْ وَأَفْطِرْ وَقُمْ وَنَمْ وَصُمْ مِنَ الشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَإِنَّ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا وَذَلِكَ مِثْلُ صِيَامِ الدَّهْرِ ، فَقُلْت : إِنِّي أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، قَالَ : فَصُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمَيْنِ ، قَالَ : قُلْتُ : إِنِّي أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ ، قَالَ : فَصُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمًا وَذَلِكَ صِيَامُ دَاوُدَ وَهُوَ أَعْدَلُ الصِّيَامِ ، قُلْتُ : إِنِّي أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، قَالَ : لَا أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ. رواه البخارى ومسلم، وهذا لفظ البخارى
Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amru ra. ia berkata, “Disampaikan kabar kepada Rasulullah SAW bahwa aku berkata; “Demi Allah, sungguh aku akan berpuasa sepanjang hari dan sungguh aku akan shalat malam sepanjang hidupku.” Maka Rasulullah SAW bertanya kepadanya (‘Abdullah bin ‘Amru): “Benarkah kamu yang berkata; “Sungguh aku akan berpuasa sepanjang hari dan sungguh aku pasti akan shalat malam sepanjang hidupku?” Kujawab; “Sungguh aku memang telah mengatakannya”. Maka Beliau berkata: “Sungguh kamu pasti tidak akan sanggup melaksanakannya. Akan tetapi berpuasalah dan berbukalah, shalat malam dan tidurlah dan berpuasalah selama tiga hari dalam setiap bulan karena setiap kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang serupa dan itu seperti puasa sepanjang tahun.” Aku katakan; “Sungguh aku mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah”. Beliau berkata: “Kalau begitu puasalah sehari dan berbukalah selama dua hari”. Aku katakan lagi: “Sungguh aku mampu yang lebih dari itu”. Beliau berkata: “Kalau begitu puasalah sehari dan berbukalah sehari, yang demikian itu adalah puasa Nabi Allah Daud yang merupakan puasa yang paling utama”. Aku katakan lagi: “Sungguh aku mampu yang lebih dari itu”. Maka beliau bersabda: “Tidak ada puasa yang lebih utama dari itu”. (Riwayat Bukhari dan Muslim, ini lafadz Bukhari).
Wallahu a’lam bish shawab.*