Pertanyaan:
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ustaz, apakah puasa 6 hari pada bulan Syawal itu harus dilaksanakan langsung setelah hari raya atau boleh kapan pun asal masih dalam bulan Syawal? Dan apakah harus berturut-turut? Apakah kita boleh melakukannya sebelum membayar hutang puasa dalam bulan Ramadan?
Hamba Allah.
Jawab:
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Puasa 6 hari pada bulan Syawal merupakan sunnah dan sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam karena dengan berpuasa pada bulan Ramadhan kemudian mengikutinya dengan puasa 6 hari di bulan Syawal maka ia akan mendapatkan ganjaran dan pahala seperti orang yang melakukan puasa sepanjang tahun. Rasulullah menjelaskan dalam haditsnya:
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله قَالَ : مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَأَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوّالٍ . كَانَ كَصِيَامِ الدّهْرِ
Abu Ayyub al Anshari ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan, lalu diikuti dengan puasa enam hari pada bulan Syawwal, maka dia seperti puasa sepanjang tahun.” (Riwayat Muslim, Tirmizi, Abu Daud, Ibnu Majah, al-Nasa`i, Ahmad dan Ibnu Khuzaimah).
Karena puasa Ramadhan yang 30 hari itu ibarat puasa selama 300 hari yaitu 10 bulan, jika setiap kebaikan itu dilipatgandakan pahalanya 10 kali lipat, dan puasa 6 hari di bulan Syawal itu ibarat puasa 60 hari, yaitu 2 bulan. Maka dengan demikian ia dianggap telah berpuasa sepanjang tahun selama 12 bulan. Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi SAW.
عَنْ ثَوْبَانَ ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : صِيَامُ شَهْرِ رَمَضَانَ بِعَشَرَةِ أَشْهُرٍ وَصِيَامُ سِتَّةِ أَيَّامٍ بِشَهْرَيْنِ فَذَلِكَ صِيَامُ سَنَةٍ
Tsauban meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Puasa bulan Ramadhan itu, ganjarannya sama dengan sepuluh bulan dan puasa enam hari sama dengan dua bulan. Itulah puasa satu tahun.” (Riwayat An-Nasai, Ibnu Khuzaimah dan al-Baihaqi).
Adapun mengenai waktunya, berdasarkan hadits Nabi SAW di atas yang mengungkapkan secara umum tentang puasa 6 hari di bulan Syawal ini tanpa menentukan kapan harus memulainya dan apakah harus dilakukan secara berturut-turut, maka itu menunjukkan bahwa kita boleh melakukannya kapan pun kita mau melakukannya pada bulan Syawal selain hari raya ‘idul fitri karena kita diharamkan untuk berpuasa pada hari itu. Jadi tidak mesti lansung berpuasa pada hari kedua bulan Syawal itu setelah hari raya. Tetapi ada dalil umum dalam Alquran yang menyuruh kita selalu bersegera melaksanakan segala bentuk kebaikan untuk mendapatkan ampunan dan surga yang Allah SWT janjikan bagi hamba-Nya yang bertaqwa. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (Surat Ali ‘Imran [3]: 133).
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
“Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan.” (Surat Al-Baqarah [2]: 148).
Berdasarkan itu, maka hendaknya kita bersegera melakukan segala amal kebaikan, termasuk puasa sunnah 6 hari di bulan Syawwal ini dan tidak menunda-nundanya. Kita tidak mesti melakukannya secara berturut-turut enam hari lansung berpuasa, tapi dibolehkan untuk melakukannya dengan diselang-selingi, yang penting kita melakukannya sebanyak 6 hari karena seluruh hari dalam bulan Syawal itu adalah waktu untuk melakukan puasa sunnah 6 Syawal.
Dalam masalah boleh atau tidaknya kita melakukan puasa sunah sebelum melaksanakan hutang puasa yang kita tinggalkan di bulan Ramadhan, maka para ulama berbeda pendapat dalam hal ini.
Jumhur ulama berpendapat bahwa boleh melakukan puasa sunnah sebelum meng-qadha puasa wajib. Bahkan mazhab Hanafi berpendapat bahwa boleh melakukan puasa sunnah secara mutlak karena mengqadha puasa itu tidak mesti harus lansung dilaksanakan, dan waktunya luas boleh dilakukan kapanpun. Sedangkan, Mazhab Maliki dan mazhab Syafi’i berpendapat bahwa boleh melakukan puasa sunnah sebelum mengqadha puasa, tetapi hukumnya makruh karena dengan sibuk melakukan sesuatu yang sunnah maka mengakibatkan kita menunda yang wajib.
Adapun mazhab Hanbali berpendapat bahwa haram hukumnya melakukan puasa sunnah sebelum mengqadah puasa Ramadhan dan puasanya tidak sah. Mereka berlandaskan kepada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, yaitu:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , قَالَ : مَنْ أَدْرَكَ رَمَضَانَ وَعَلَيْهِ مِنْ رَمَضَانَ شَيْءٌ لَمْ يَقْضِهِ ، لَمْ يُتَقَبَّلْ مِنْهُ ، وَمَنْ صَامَ تَطَوُّعًا ، وَعَلَيْهِ مِنْ رَمَضَانَ شَيْءٌ لَمْ يَقْضِهِ ، فَإِنَّهُ لَا يُتَقَبَّلُ مِنْهُ حَتَّى يَصُومَهُ
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa mendapatkan Ramadhan, padahal ia masih berkewajiban mengqadha sebagian puasa Ramadhan yang terdahulu, maka tidaklah diterima puasanya. Dan siapa saja yang berpuasa sunnah, padahal dia masih berkewajiban membayar puasanya, maka puasa sunnah yang dilakukannya tidak diterima, hingga ia membayar hutang puasanya.” (Riwayat Ahmad).
Namun, para ulama menjelaskan bahwa hadits ini tidak shahih, Ibnu Abi Hatim menjelaskan hadits ini muththarib dan di dalam sanadnya terdapat Ibnu Luhai’ah, perawi yang terkenal sangat lemah. Syaikh Albani juga menjelaskan bahwa ini hadits dhaif dan memasukkannya ke dalam silsilah hadits-hadits dhaifnya.
Pendapat yang kuat adalah pendapat yang mengatakan boleh melakukan puasa sunnah sebelum mengqadha puasa Ramadhan yang ditinggalkan karena waktu mengqadha itu luas, dan tidak dalil yang melarang untuk melakukan puasa sunnah sebelum mengqadha puasa wajib. Dan ada riwayat dari Aisyah bahwa beliau hanya sempat membayar hutang puasanya pada bulan Sya’ban:
عن عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قالت : كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلَّا فِي شَعْبَانَ الشُّغْلُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dulu aku memiliki utang puasa Ramadhan, sementara aku tidak bisa mengqadha’nya kecuali sampai bulan Sya’ban, hal itu karena kesibukan melayani Rasulullah SAW (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Tetapi, khusus dalam masalah puasa 6 hari di bulan Syawwal ini, sebagian ulama berpendapat bahwa kita tidak mendapatkan keutamaan puasa 6 hari di bulan Syawwal itu jika kita mengerjakannya sebelum menqadha puasa wajib kita, karena berdasarkan hadits Nabi SAW tentang puasa Syawal ini yang menyebutkan bahwa ‘Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan’ dan sifat berpuasa di bulan Ramadhan itu hanya bisa disematkan kepada mereka yang telah menyempurnakan puasa Ramadhannya, baik dengan tidak berbuka sama sekali pada bulan Ramadhan ataupun setelah membayar semua hutang puasa yang ia tinggalkan dalam bulan Ramadhan.
Sedangkan bagi yang belum mengqadha puasa wajibnya maka tidak bisa dikatakan bahwa ia telah berpuasa Ramadhan. Dan bagi yang qadha puasa Ramadhannya itu sebulan penuh atau hampir sebulan seperti wanita yang sedang nifas maka dia harus mengqadha puasanya dulu pada bulan Syawal itu baru kemudian melakukan puasa sunnah Syawwal meskipun dilakukan pada bulan Dzulqa’dah.
Sedangkan sebagian ulama lain berpendapat bahwa orang yang melaksanakan puasa sunnah 6 hari di bulan Syawwal tetap mendapatkan keutamaan puasa sunnah tersebut, meskipun ia melaksanakannya sebelum mengqadha puasa yang ia tinggalkan dalam bulan Ramadhan. Dan ini pendapat yang kuat. Hal itu karena orang yang meninggalkan sebagian puasa Ramadhan karena udzur syar’i tetap dapat dikatakan bahwa ia telah berpuasa Ramadhan sehingga kalau ia mengikutinya dengan puasa sunnah Syawwal maka ia akan mendapatkan fadhilah dan keutamaanya. Dan waktu untuk mengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkan itu sangat panjang sampai sebelum masuk Ramadhan berikutnya. Dan keutaman puasa 6 hari di bulan Syawal ini khusus di bulan Syawal yang akan terlewatkan jika tidak dikerjakan pada waktunya.
Tetapi, yang lebih utama dan untuk keluar dari perbedaan itu tentunya kalau memungkinkan sebaiknya kita mengganti dulu puasa Ramadhan kita yang kita tinggalkan di bulan Ramadhan karena udzur Syar’i sebelum puasa sunnah Syawwal karena menunaikan puasa wajib lebih utama dari yang sunnah. Namun, bagi yang memilih untuk berpuasa sunnah Syawal dulu baru kemudian mengganti puasa yang ia tinggalkan di bulan Ramadhan, maka insya Allah ia tetap mendapatkan keutamaan puasa sunnah itu karena tidak dalil yang menunjukkan sebaliknya.
Wallahu a’lam bish shawab.*
KH Bachtiar Nasir