Say No to Islamophobia

Jangan beri yang sisa untuk islam

Oleh KH Bachtiar Nasir

Dalam rangka memperingati Hari Internasional Melawan Islamophobia, kemarin tanggal 15 Maret diadakan webinar nasional bertajuk “Say No to Islamophobia – Indonesia Antiislamophobia”.

Peringatan Hari The International Day to Combat Islamophobia ini adalah momentum untuk menanggapi dan melawan segala bentuk diskriminasi, kebencian, dan ketakutan terhadap islam. Webinar ini menampilkan narasumber yang merupakan tokoh nasional, ada wakil menteri luar negeri, Bapak Anis Matta, Buya Anwar Abbas dari MUI, anggota DPR yang juga dikenal sebagai artis Desy Ratnasari, dan musisi Ahmad Dhani.

Bapak Anis Matta yang mendapat giliran pertama mengemukakan paparannya, bahwa diksi phobia sering dipakai sebagai propaganda untuk menghadapi musuhnya, untuk merusak citra atau imej musuhnya itu. Phobia telah digunakan sebagai instrumen propaganda menjual ketakutan (xenophobia, Islamophobia, Russophobia, dan lain sebagainya). Islamofobia adalah konstruksi narasi yang berdasarkan luka sejarah di masa lalu dan imajinasi ancaman di masa kini dan masa depan yang dieksploitasi untuk kepentingan politik.

Asal-usul Peringatan Hari Internasional Melawan Islamophobia

  • Tanggal 15 Maret 2019, terjadi penyerangan teroris terhadap dua masjid di Christchurch, Selanda Baru yang menewaskan 51 orang pada saat shalat Jumat.
  • Tanggal 15 Maret 2022, Sidang Umum PBB menerima resolusi negara OKI dan 8 negara (termasuk China dan Rusia) untuk meresmikan Internat Day to Combat Islamophobia.
  • Tanggal 27 September 2021, PM Pakistan Imran Khan mengangkat isu Islamofobia dalam pidatonya di Sidang Umum PBB (termasuk mengkritik Islamophobia di India).

Pemicu Islamophobia

Salah satunya adalah perubahan demografi akibat imigran. Sejak akhir abad ke-20, jutaan orang dari Timur Tengah, Afrika, dan Asia Selatan bermigrasi ke Eropa. Jerman, Prancis, Inggris, Italia, dan Swedia memiliki populasi imigran terbesar. Banyaknya negara Eropa mengalami angka kelahiran yang rendah, menyebabkan populasi asli menurun, dan populasi imigran berkembang.

Islam menjadi agama terbesar kedua setelah Kristen (mengalahkan agama Yahudi). Populasi Muslim di Eropa diperkirakan akan mencapai 14% pada 2050. Populasi Muslim di Amerika Serikat tahun 2024 diperkirakan 3,5 juta jiwa (sekitar 1,1%)

Isu imigran Muslim sering digunakan dalam kampanye politik yang mengeksploitasi ketakutan terhadap Islam dan mengedepankan nasionalisme eksklusif. Partai dan pemimpin populis serta kelompok ekstrem kanan di berbagai negara menyebarkan narasi meningkatnya jumlah Muslim akan “mengancam budaya” dan “mengubah identitas Eropa” sementara rakyat merasakan problem ekonomi, seperti kesulitan lapangan kerja.

Tawaran Indonesia Melawan Islamophobia

Sebagai negara Muslim terbesar, Indonesia harus mengambil peran kepemimpinan dalam melawan Islamofobia dan memproyeksikan Islam di Indonesia sebagai inspirasi rahmatan lil aalamin sebagai kontra-narasi.

Juga sebagai negara muslim yang besar, Indonesia memiliki peluang untuk ambil bagian melawan Islamophobia. Modal Sosial Indonesia, menurut New Research Centre (Januari 2025): Indonesia

adalah negara tertinggi kedua (95%, di bawah Tunisia 98%) yang masyarakatnya percaya agama mendorong sikap toleransi. Hal ini berbeda dengan negara-negara Barat yang jauh lebih sedikit masyarakatnya percaya bahwa agama dapat mendorong toleransi. Swedia terendah (27%) diikuti Jerman (36%), Belanda (38%), Australia (41%), Inggris (41%).

Masyarakat Indonesia juga percaya bahwa agama membantu (helpful) dalam kehidupan masyarakat (100%), diikuti Tunisia (98%). Swedia kembali dapat nilai terendah (42%), Belanda (43%) dan Australia (45%).

Temuan new Research tersebut menunjukkan bahwa Indonesia punya modalitas yang kuat untuk menunjukkan kepada masyarakat internasional bahwa agama bukanlah sumber masalah, melainkan inspirasi untuk mendorong toleransi dan mem perkuat harmoni dalam masyarakat.

Untuk memproyeksikan Islam Indonesia yang moderat, yang damai dan toleran, harus dibarengi dengan kerja-kerja nyata bagi perdamaian dan kemanusiaan.

Dari paparan ini bisa disimpulkan:

  • Dunia sudah berubah. Saatnya Barat dan Islam berdamai.
  • Cara untuk melawan Islamofobia adalah dengan memperbanyak dialog dalam berbagai sektor. Propaganda tidak akan menyelesaikan masalah.
  • Indonesia harus berdiri di garda depan melawan islamophobia dengan cara menyampaikan model keseimbangan agama, demokrasi, dan kesejahteraan.

 

(*)

Facebook
WhatsApp
Threads
X
Telegram
Print
Picture of KH Bachtiar Nasir

KH Bachtiar Nasir

Ulama, Pemikir, dan Penggerak Dakwah Islam

Artikel Terbaru