
Oleh:
KH Bachtiar Nasir
SEBAGAI umat Islam kita meyakini bahwa para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sebaik-baik sahabat untuk sebaik-sebaik para nabi dan rasul, Muhammad SAW. Para sahabat Nabi merupakan manusia-manusia yang dipilih Allah untuk menjadi sahabat rasul-Nya, Membawa amanah syari’at-Nya kepada seluruh umat manusia setelah wafatnya Nabi, mengajarkan Alquran kepada generasi setelahnya dan menjadi pendamping Nabi SAW dalam perjuangannya untuk menegakkan agama Allah Subhanahu wa Ta’ala di tengah masyarakat yang menentang dan menolak ajarannya. Banyak sekali ayat dalam Alquran yang menjelaskan tentang keutamaan para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Allah SWT berfirman:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللَّـهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Artinya: Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (Surat At-Taubah [9]: 100).
Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa dalam ayat ini Allah Ta’ala menegaskan bahwa ia telah rida kepada golongan yang pertama masuk Islam dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Maka sungguh celaka lah bagi mereka yang membenci dan mencaci mereka atau membenci dan mencaci sebagian mereka.
Dalam ayat lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menjelaskan tentang keutamaan dan kemulian kaum muhjirin dan kaum anshar. Allah Ta’ala berfirman:
لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِن دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّنَ اللَّـهِ وَرِضْوَانًا وَيَنصُرُونَ اللَّـهَ وَرَسُولَهُ ۚ أُولَـٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ ﴿٨﴾ وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿٩﴾
(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung (Surat al-Hasyr [59]: 8-9).
Inilah yang harus menjadi pegangan kita sebagai umat Islam. Kalau sampai muncul ada keraguan kita terhadap kejujuran, keadilan, kabaikan dan keutamaan para sahabat Rasulullah, maka akan muncul pula keraguan kita terhadap Islam, terhadap al-Qur`an dan sunnah Nabi SAW. Karena para sahabat Nabi SAW inilah yang telah membacakan kepada generasi setelahnya Kitab Allah SWT, meriwayatkan hadits-hadits Nabi SAW, mengajarkan cara bagaimana melaksanakan segala macam ibadah dari shalat hingga haji ke Baitullah. Menjelaskan tentang neraka dan surga, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan Islam.
Sikap Ahlus Sunnah
Keraguan terhadap para sahabat Rasulullah inilah yang ingin ditimbulkan oleh musuh-musuh Islam dengan segala macam cara untuk dapat menghancurkan Islam dari dalam karena mereka sudah berputus asa untuk dapat menghancurkan Islam dari luar. Jika strategi musuh Islam ini berhasil maka hancurlah Islam dari pangkalnya, karena para sahabat Nabi SAW inilah yang dipilih dan dipercaya Allah SWT untuk menyampaikan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia setelah wafatnya Rasulullah SAW. Jika kita sudah tidak percaya dan meragukan kejujuran dan keutamaan para sahabat tersebut tentu kita juga akan meragukan berita atau ajaran yang mereka ajarkan dan sampai kepada kita yaitu ajaran Islam itu sendiri.
Oleh karena itu, di antara asas dan pokok akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah mencintai seluruh sahabat Nabi SAW, dan mengakui keimanan, keutamaan, kejujuran, kebersihan jiwa serta amanah mereka.
Adapun mengenai perselisihan dan perperangan yang terjadi antara para sahabat Nabi SAW, maka jalan yang terbaik dan menjadi pegangan ahlus sunnah wal jama’ah adalah dengan tidak membahas dan memperpanjang perdebatan dalam masalah tersebut. Ketika Umar bin Abdul Aziz ditanya tentang Ali, Ustman, perang Jamal, perang Shiffin dan apa yang terjadi di antara para sahabat, beliau menjawab, “Itu adalah darah yang Allah selamatkan tangan ku darinya, dan saya sungguh benci untuk menenggelamkan lidahku ke dalamnya”.
Dan ketika Imam Ahmad ditanya tentang apa yang ia katakan apa terjadi antara Ali dan Mu’awiyah, beliau menjawab, “Saya tidak mengatakan tentang mereka kecuali yang baik”.
Seharusnya sikap kita terhadap para sahabat Nabi SAW adalah sebagaimana yang dijelaskan dalam Alquran.
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. (Surat al-Hasyr [59]: 10).
Dan mentaati perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي ، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah SAW. bersabda: “Janganlah kalian mencaci para sahabatku! Demi yang jiwaku di tangan-Nya, seandainya seorang dari kalian berinfaq emas sebesar gunung Uhud, maka tidak akan menyamai satu mud (raupan tangan) salah satu dari mereka bahkan tidak setengahnya.” (Riwayat Muslim).
Kita tidak meyakini bahwa para sahabat Nabi itu terbebas dari segala dosa, karena yang ma’shum itu hanya Nabi SAW, tetapi kelebihan dan keutamaan para sahabat Nabi itu dalam beribadah dan berjuang di jalan Allah SWT. Bersama Rasul-Nya menyebabkan Allah SWT mengampuni dosa-dosa yang mungkin mereka lakukan. Ataupun jika mereka melakukan dosa, maka mereka telah bertaubat atas dosa tersebut dan melakukan amal kebaikan yang menghapuskan dosa itu, ataupun karena mereka mendapatkan syafaat Nabi SAW yang tentunya mereka yang paling berhak mendapatkan syafaat itu atau cara-cara lain yang dapat menghapuskan dosa mereka.
Ini dalam masalah perbuatan dosa yang jelas merupakan perbuatan maksiat. Bagaimana jika hal itu adalah dalam masalah ijtihadiyyah dimana jika benar mendapatkan dua pahala, jika salahpun masih mendapatkan satu pahala, seperti dalam masalah peperangan itu.
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menegaskan bahwa Ahlus Sunnah sepakat bahwa wajib hukumnya melarang menyalahkan atau mencela salah satu sahabat disebabkan apa yang terjadi (maksudnya peperangan) meskipun diketahui siapa yang benar di antara mereka. Karena mereka tidak ikut berperang dalam peperangan itu kecuali berdasarkan ijtihad. Allah sudah memaafkan mereka yang salah dalam berijtihad, bahkan Allah SWT memberinya satu pahala, sedangkan yang benar dalam berijtihad diberi dua pahala.
Karena itu umat Islam harus berhati-hati dalam masalah ini, dan harus bersikap hati-hati dan waspada terhadap mereka yang ingin memunculkan keraguan terhadap para sahabat Nabi SAW dengan mencari-cari kesalahan dan kejelekan mereka, khususnya melalui peristiwa peperangan yang terjadi di antara sahabat.
Dalam kitab al-Bidayah wa al-nihayah disebutkan bahwa al-Maimuni berkata, “Imam Ahmad berkata kepadanya, “Wahai Abu al-Hasan jika engkau melihat seseorang menjelekkan salah seorang sahabat Nabi SAW maka curigailah keislamannya.”
Al-Khatib al-Baghdadi dalam kitabnya al-Kifayah fi ‘ilmi al-riwayah juga menyebutkan bahwa Abu Zur’ah al-Razi mengatakan, “Jika engkau melihat seseorang merendahkan salah seorang sahabat Nabi SAW, maka ketahuilah ia adalah seorang zindiq, karena menurut kita Rasulullah SAW itu benar dan Alquran itu benar, dan yang menyampaikan Alquran dan sunnah Nabi SAW kepada kita itu adalah para sahabat Nabi SAW. Mereka (para zindiq) itu hanya ingin menjelekkan para saksi kita untuk membatalkan Alquran dan Sunnah Nabi SAW. Dan menjelekkan mereka itu lebih utama karena mereka adalah kaum zindiq. Wallahu a’lam bish shawab.*