Oleh:
KH Bachtiar Nasir
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat,” (QS. An-Naba ayat 9).
Salah satu tanda kebesaran Allah Azza wa Jalla yang disampaikan-Nya lewat ayat ini adalah tidur. Tidur adalah pemutus lelah. Tempatnya kita beristirahat dari segala aktivitas yang melelahkan, setelah dijalani seharian. Dan, para ahli sepakat bahwa istirahat yang terbaik adalah tidur. Oleh karena tidur adalah istirahat terbaik setelah segala aktivitas, maka dapatlah kita mengerti bahwa dunia ini memang melelahkan. Segala aktivitas yang kita lakukan, apa pun, ujungnya pasti adalah kelelahan. Bahkan, bagi seorang pengangguran yang tidak bekerja sekalipun, ketidakbekerjaannya adalah sesuatu yang melelahkan. Maka, pilihannya adalah kelelahan seperti apa yang pantas untuk kita dapatkan Kelelahan yang didapatkan setelah menjalankan taat atau kelelahan yang kita dapat setelah maksiat?
Sungguh, kelelahan di dunia ini adalah pasti. Namun, tidak akan pernah menemui ujungnya untuk berhenti. Karena, kelelahan itu memang hanya akan terhenti di tempat istirahat yang sejati, yaitu di akhirat nanti. Tidur, di dunia ini hanyalah pemutus lelah. Istirahat yang sementara karena setelah itu, kita akan kembali bertemu dengan berbagai permasalahan yang kembali membuat lelah. Kita juga akan selalu dituntut berlelah-lelah; berjuang dan beramal saleh untuk mempersiapkan bekal ke akhirat nanti.
Tidur untuk mengumpulkan energy, berjuang dengan kemampuan terbaik hingga titik akhir, hingga kelelahan mendera kemudian beristirahat, dan begitulah seterusnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan memegang jiwa (orang yang belum mati) di waktu tidurnya. Maka, Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan kembali jiwa orang (yang tidur, menjadi hidup kembali ketika bangun), sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya yang demikian itu merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang mau berpikir.” (QS Az-Zumar ayat 42).
Jejak Kebangkitan
Dengan tidur kita diingatkan, bahwa semudah itulah kelak Allah Ta’ala membangkitkan kita di hari Kebangkitan. Semudah Allah Ta’ala mengembalikan nyawa kita ke dalam tubuh manakala waktu tidur telah dicukupkan. Tidak ada yang bisa memperkirakan, kapan kelak kita akan terbangun setelah Allah Ta’ala melepaskan nyawa dari tubuh kita. Semua hanya menuruti kehendak Allah Azza wa Jalla. Bahkan, sekalipun kita merekayasa dengan dipasangnya alarm, manakala tidur. Seringkali kita tetap tertidur. Apalagi dengan kapannya kita dibangkitkan kelak di hari akhir. Hanyalah Allah dengan keagungan-Nya yang Maha membuat segalanya terjadi.
Begitu pula, dengan tidur kita diingatkan bahwa kelak, siklus tidur dan bangun itu akan terhenti. Sebagaimana kematian akan memutus siklus kehidupan. Kelak, setelah tidur panjang atau kematian itu datang, kita akan dibangunkan kembali di tempat pemberhentian yang terakhir. Di akhirat nanti. Kita akan dibangunkan untuk hidup abadi setelah nyawa dicabut untuk mati. Untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah kita lakukan di dunia.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan.” (QS Ar-Rum ayat 23).
Tanda Kebesaran-Nya
Selain itu, tidur juga merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah Ta’ala yang telah menciptakan segala sesuatu yang ada di alam semesta ini dengan sempurna.
Bahwa, waktu kita tertidur dan memutus lelah yang paling efektif adalah malam hari. Waktu dimana segala instrument alam diciptakan untuk mendukung terciptanya tidur yang paling efektif untuk mengistirahatkan dan merevitalisasi organ-organ yang ada di dalam tubuh.
Bahwa, dengan penciptaan waktu yang sempurna bersama adanya siang dan malam, Allah Azza wa Jalla mengatur mekanisme alam semesta dengan cara yang paling sempurna. Dan, melalui fenomena tidur ini pula, kita bisa semakin merasakan betapa tingginya ketergantungan kita kepada Allah Azza wa Jalla; bahkan untuk urusan istirahat sekalipun.
Dengan tidur, kesehatan tubuh dan mental manusia terjaga. Keseimbangan hormon terkendali. Dengan tidur, pikiran manusia yang kusut bisa jernih kembali. Dengan tidur pula manusia bisa bermimpi. Dan, mimpi adalah salah satu kebesaran Allah sekaligus tanda-tanda kenabian.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada yang tertinggal dari kenabian kecuali kabar baik. Dan kabar baik itu adalah mimpi yang baik.” (HR Bukhari).
Memahami ayat Allah Azza wa Jalla berupa tidur ini memang sangat luas makna dan hikmahnya. Melalui tidur, kita akan mendapatkan tangga pemahaman bahwa mematikan dan membangunkan manusia kembali itu adalah sesuatu yang sangat mudah bagi Allah Ta’ala. Dan, istirahat yang kita dapatkan melalui tidur ini adalah satu nikmat Allah Ta’ala yang harus kita syukuri. Karena, Allah Azza wa Jalla tidak hanya memerintahkan kita untuk menjalankan setiap perintah-Nya, tetapi juga menciptakan instrumen yang sempurna agar kita mampu melaksanakannya dengan cara terbaik untuk mendapatkan pahala yang terbaik.
Oleh karena itu, Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita untuk menyebut nama Allah ketika hendak tidur,”Ya Allah dengan nama-Mu aku hidup dan mati” (HR. Bukhari). Saat terjaga beliau pun membaca doa yang hampir serupa, “Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami setelah mematikan kami, dan hanya kepada-Nya kami dibangkitan” (HR. Bukhari dan Muslim).
Tidur, dalam hal ini adalah jejak-jejak kebesaran sekaligus kasih sayang Allah Azza wa Jalla agar kita selalu ingat bahwa kelak, kita akan dibangkitkan untuk kembali pada-Nya. Juga agar kita senantiasa menggunakan akal dan penalaran yang terbaik dalam memahami kehendak sekaligus kasih sayang-Nya; demi mempersiapkan bekal terbaik agar bisa sampai di akhirat dalam keadaan yang diridhai-Nya.*