Tundukkan Nafsumu dengan Akalmu

Jangan beri yang sisa untuk islam

Oleh:

KH Bachtiar Nasir

RASULULLAH Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang cerdas adalah orang yang menundukkan dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah mati. Dan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan terhadap Allah.” (HR. Tirmidzi).

Manusia hidup dengan potensi nafsu dan akal. Dua komponen pokok yang membedakan kita dengan binatang, jin, bahkan malaikat sekalipun. Sekaligus yang meninggikan derajat manusia lebih dari mahluk-Nya yang lain.

Akan tetapi, manusia memang diciptakan dengan nafsu sebagai ujian. Tanpanya, perjalanan manusia menuju Allah tidak akan pernah ada dan memang tidak ada artinya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Athaillah, “Jika saja bukan karena adanya wilayah-wilayah nafsu, maka tentu takkan ada perjalanan orang-orang yang menuju Allah. Sebab tak ada lagi jarak antara dirimu dengan diri-Nya, yang mesti engkau tempuh. Tak ada pula penghalang yang acap kali melenyapkan harapanmu agar sampai pada-Nya.”

Watak Serigala
Satu di antara “wajah” manusia ketika dia bermaksiat mengikuti hawa nafsunya adalah serigala. Ada di antara manusia ada yang jiwanya seperti serigala. Buas dan keras dalam tabiatnya. Suka merusak dan melakukan tindakan kekerasan. Lisannya seperti pedang yang menebas dalam melakukan kerusakan.

Manusia yang seperti serigala, bisa jadi bermental seperti serigala yang suka menerkam mangsanya tanpa ampun di dalam kesehariannya; atau hanya muncul pada waktu-waktu tertentu. Seperti ketika ia marah atau direbut keinginannya. Akan tetapi, potensi “keserigalaan” manusia ini dapat muncul seketika yang menyebabkan kerusakan.

Namun, ada hal yang menarik manakala membahas potensi “keserigalaan”di dalam diri kita. Al-Quran menggambarkan tentang serigala salah satunya terdapat dalam surat Yusuf ayat 13, 14, dan 17. Di dalam kisah Nabi Yusuf yang hendak diajak pergi oleh kakak-kakaknya.

Ayahnya, Ya’qub as, ketika itu berkata, “Sesungguhnya kepergian kamu bersama Yusuf amat menyedihkanku dan aku khawatir kalau-kalau dia dimakan serigala, sedang kamu lengah dari padanya. Mereka berkata: “Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami golongan (yang kuat). Sesungguhnya kami kalau demikian adalah orang-orang yang merugi.” (QS. Yusuf ayat 13-14).

Pada realitanya, tidak ada serigala yang muncul dalam perjalanan Yusuf bersama saudara-saudaranya. Yang ada adalah kakak-kakak Yusuf Alaihissalam kemudian mengarang cerita bohong bahwa Yusuf  tewas dimakan serigala dan mengajukan bukti palsu berupa baju Yusuf  yang berlumuran darah kambing, agar sang Ayah percaya bahwa Yusuf  benar-benar diterkam serigala. Segala tipu daya dan kelicikan mereka lakukan untuk bisa memisahkan Yusuf as dari ayahnya, Yaqub serta membunuhnya.

Jadi jelaslah, bahwa ayat ini menggambarkan watak dan tindakan manusia yang bila telah dirasuki nafsu; bisa seperti serigala. Yang tidak lagi peduli siapa mangsanya, bahkan bila targetnya tersebut adalah saudara kandungnya sendiri. Dalam kisah ini, kakak-kakak Yusuf  menargetkan adiknya sendiri, Yusuf.

Yusuf  berusaha dibunuh dengan dilemparkan ke dalam sumur. Kemudian mereka memberikan informasi palsu dengan bukti palsu, pada ayah mereka. Satu hal yang menarik adalah apa yang mereka lakukan, sebagaimana yang dikisahkan di ayat 16, “Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari sambil menangis.” Perilaku ini secara nyata menunjukkan kelicikan saudara-saudara Yusuf as untuk memuluskan rencana dan tipu daya mereka. Air mata yang mereka tunjukkan adalah air mata palsu untuk membuat ayahnya percaya pada kebohongan yang mereka buat. Perilaku ini menunjukkan pada kita bahwa banyak sekali orang-orang jahat, tetapi berlaku seolah mereka adalah korban dan tersakiti oleh peristiwa yang terjadi.

Potensi Nafsu
Di dalam Al-Quran, serigala memang tidak secara detil dibahas tentang fasad dan kehidupannya, tetapi Al-Quran memberitahu kita bahwa perilaku yang sama dengan watak dan tindakan serigala, sangat mungkin kita lakukan, manakala kita mengikuti nafsu dan kecemburuan pada apa yang tidak bisa kita miliki.

Oleh karena itu, Al-Quran mengajarkan kepada kita untuk melihat dan mengambil pelajaran untuk bisa lebih cerdik dan waspada. Waspada terhadap orang-orang yang berwatak dan bertindak layaknya serigala. Juga menjadi cerdik seperti “serigala” manakala mengantisipasi intrik jahat yang kadang justru datang dari orang-orang terdekat.

Hanya saja, alangkah baiknya, jika kita juga senantiasa ingat, bahwa Allah Azza wa Jalla menciptakan kita dengan dua potensi istimewa yang menjadikan kita berderajat lebih, dibanding mahluk-Nya yang lain. Yaitu nafsu dan akal. Untuk menjadi mahluk yang berharga kita butuh nafsu. Dengan adanya nafsu, kita akan berjuang dan menunjukkan seberapa pantas kita ditempatkan di sisi-Nya. Dan, agar kita bisa menjadi sebaik-baiknya mahluk dan memenangkan perjuangan itu, Allah Ta’ala berikan akal pikiran yang tajam.

Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda bahwa, “Orang yang cerdas adalah orang yang menundukkan dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah mati. Dan, orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan terhadap Allah.” (HR. Tirmidzi).

Orang yang cerdas dan kuat adalah orang yang mampu menundukkan nafsunya; tapi bukan menghilangkannya. Karena, nafsu yang berada dalam bimbingan aturan Allah Ta’ala dan akal yang tajam, sesungguhnya memiliki energi dan potensi yang besar manfaatnya. Dapat menjadi ghirah dalam menegakkan kebenaran dan menghasilkan inovasi-inovasi cemerlang yang bermanfaat untuk manusia dan semesta.

Hingga benarlah, apa yang dipesankan oleh Rasulullah saw, bahwa siapa di antara kita yang mampu menundukkan nafsunya –hingga menjadi “senjatanya” untuk beramal maksimal demi bekal bertemu Allah Azza Wajalla, maka dialah orang yang cerdas sesungguhnya.*

Facebook
WhatsApp
Threads
X
Telegram
Print
Picture of KH Bachtiar Nasir

KH Bachtiar Nasir

Ulama, Pemikir, dan Penggerak Dakwah Islam

Artikel Terbaru